Witness Real Assessment BNSP
03 Jun 2015 08:12 WIB
Dilihat 350 kali
Foto : Witness Real Assessment BNSP ()
Kepala BNSP, Sumarna dalam sambutannya menyampaikan bahwa tingkat rawan diwilayah NKRI merupakan potensi untuk berkembangnya sektor kompetensi profesi PB di Indonesia, hal ini juga merupakan sebagai modal utama SDM Indonesia bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain dengan terbukanya era globalisasi tenaga kerja yang akan berbondong-bondong ke Indonesia pada 2015. Indonesia diharapkan dapat menjadi leader untuk kompetensi profesi PB di Kawasan Asia, karena telah banyak pembelajaran bencana di negara kita. Hal lain yang tidak kalah penting dari agenda ini adalah perlunya sebuah regulasi sebagai pedoman untuk pemanfaatan SKKNI PB bagi lintas sektor yang terlibat dalam misi kemanusiaan. Witness Real Assesment dibagi dalam 3 (tiga) kelompok untuk pejabat eselon I dan II BNPB, dengan materi uji kompetensi pada 4 (empat) profesi pada fase tanggap darurat untuk okupasi Hunian Shelter, Kaji Cepat, Distribusi Bantuan serta pencarian dan penyelamatan. Ditunjuknya Ina DRTG sebagai Tempat Uji Kompetensi, mengingat ketersediaan sarana dan alat peraga yang cukup memadai dalam mendukung Implementasi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada bidang Penanggulangan Bencana serta Keberadaan LSP PB. Melalui Witness Real Assesment oleh BNSP hingga sore hari ini, diharapkan dapat membuka cakrawala akan pentingnya sertifikasi kompetensi profesi PB tanpa pandang bulu, baik itu dari unsur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat maupun pekerja kemanusiaan yang terlibat dalam kegiatan PB. Salah satu tujuan terbentuknya LSP PB bahwa pekerja kemanusiaan harus memiliki kompetensi yang sesuai, professional dan ahli dibidangnya, agar dapat meningkatkan pelayanan kemanusiaan dan turut menyelamatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat terdampak dan korban bencana.
Pada kesempatan pengarahannya Kepala BNPB Syamsul Maarif, menyampaikan bahwa kita perlu menyikapi kompetensi profesi PB dengan baik. Hadirnya skema sertifikasi profesi PB telah memberikan tantangan baru bagi Indonesia secara umum dan BNPB khususnya, dimana penyiapan perangkat untuk mendukung terwujudnya tenaga kerja dan profesionalitas pekerja kemanusiaan bukanlah hal yang mudah. Kesiapan SDM kemanusiaan Indonesia saat ini harus siap berkompetisi dengan pekerja kemanusiaan dari negara lain.
Penulis