Simposium Regional tentang Covid-19 dan Dampaknya terhadap Penanganan dan Ketangguhan Bencana
28 Okt 2021 04:08 WIB
Foto : Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si. dalam Simposium Regional mengenai Covid-19, pada Rabu (27/10). (Tim SIAP SIAGA)
JAKARTA – Kemitraan Australia – Indonesia untuk Kesiapsiagaan Bencana (Program SIAP SIAGA), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Luar Negeri RI, dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta menyelenggarakan ‘Simposium Pembelajaran Regional tentang COVID-19 dan Dampaknya terhadap Penanganan dan Ketangguhan Bencana’ secara virtual pada hari ini, Rabu (27/10).
Simposium ini bertujuan memberikan ruang untuk merefleksikan dampak COVID-19 pada kemampuan regional dalam menangani bencana, dan berbagi pembelajaran tentang bagaimana pihak- pihak yang bergerak di bidang kemanusiaan di tingkat lokal telah beradaptasi dengan cepat di tengah berbagai tantangan.
Dalam sambutan pembukanya, Deputy Head of Mission Kedutaan Australia di Jakarta, Stephen Scott mengatakan, “Kawasan Indo-Pasifik memiliki pengalaman yang sangat kaya di bidang penanganan bencana dan kedaruratan kesehatan masyarakat, seperti yang telah ditunjukkan selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan pertukaran pengetahuan antar negara dan melembagakan praktik-praktik baik dalam rangka memperkuat upaya pengelolaan risiko bencana dan mengatasi tantangan kita bersama di kawasan ini.”
Simposium ini merupakan kelanjutan dari serangkaian webinar yang diselenggarakan Program SIAP SIAGA pada Juni 2021 untuk mendokumentasikan pembelajaran tentang topik yang sama. Ada tiga topik tematis yang berhasil diidentifikasi dari serangkaian webinar yang lalu dan kemudian dibahas secara lebih mendalam pada Simposium ini: Tata Kelola dan Kepemimpinan Lembaga, Model Kemitraan, serta Teknologi dan Komunikasi.
Sesi-sesi dalam Simposium memaparkan pentingnya berbagai faktor, seperti kesiapan kerangka hukum untuk peristiwa yang kompleks seperti Covid-19, pemberdayaan organisasi kemanusiaan lokal untuk melaksanakan bantuan kemanusiaan, upaya memperkuat kemitraan lokal, upaya meningkatkan partisipasi anak muda dan perempuan dalam penanganan bencana, dan upaya mendorong penggunaan bahasa asli serta pendekatan inklusif yang juga mencakup kelompok disabilitas dalam komunikasi saat bencana.
Dalam sambutannya mengakhiri simposium ini, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si. menekankan pentingnya 3C yaitu commitment of leadership atau komitmen para pemimpin dalam mengubah paradigma dari tanggap darurat ke pencegahan, collaboration atau kolaborasi antar berbagai pihak, risk communications atau komunikasi risiko untuk mendukung ketangguhan yang berkelanjutan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Hasil-hasil Simposium ini diharapkan dapat memberi masukan berharga untuk pelaksanaan Sesi Ketujuh Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (Seventh Session of the Global Platform for Disaster Risk Reduction.
“Kami turut bangga menyaksikan keberhasilan Simposium Regional ini, sebagai salah satu tindak lanjut dari rekomendasi Konferensi Regional Bantuan Kemanusiaan yang diselenggarakan oleh Indonesia, pada 6-7 Oktober lalu," demikian disampaikan Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Achsanul Habib.
Habib menambahkan, konferensi regional telah menekankan beberapa rekomendasi penting; pertama, perlunya aktor kemanusiaan di kawasan untuk memperkuat fokus pada pengumpulan data dan tindakan berbasis bukti dalam kesiapsiagaan bencana. Kedua, pentingnya mengintensifkan pertukaran pengalaman dan praktik baik dalam agenda kemanusiaan di kawasan Asia Pasifik.
Ia juga memyampaikan bahwa dialog, berbagi praktik terbaik, dan pertukaran pengalaman yang baik memainkan peran penting dalam memperkuat kapasitas kemanusiaan di kawasan.
Abdul Muhari, Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB