Foto : Sertifikasi Profesi PB: Langkah Maju untuk Profesionalisasi Pelaku PB di Indonesia ()
Penyelenggaraan
penanggulangan bencana (PB) di Indonesia sudah banyak mencatat hasil dan
prestasi. Upaya PB Bangsa Indonesia juga mendapat pengakuan dari negara-negara
regional di Asia dan dunia internasional atas prestasi pencapaian PB yang luar
biasa ini. Pencapaian tersebut tentu saja didukung oleh para pelaku PB, baik
dari unsur pemerintah, masyarakat dan lembaga usaha. Sampai tanggal 27 Januari
2016 sudah dibentuk 470 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan
rincian 34 BPBD tingkat provinsi, 364 BPBD tingkat kabupaten, dan 72 BPBD
tingkat kota.
Seandainya tiap
BPBD mempunyai 20 orang sumber daya manusia (SDM) maka jumlah total SDM BPBD di
seluruh Indonesia mencapai jumlah 9.400 orang. SDM ini belum ditambah SDM dari
lembaga non-pemerintah dan lembaga usaha. Hal ini merupakan suatu jumlah yang
sangat besar untuk upaya PB. Dalam penyelenggaraan PB ada bermacam-macam
pekerjaan yang dilakukan oleh para pelaku PB (profesi PB), seperti pencarian
dan pertolongan, koordinator hunian sementara, komandan pos komando tanggap
darurat, pengelola logistik dan peralatan, pelaksana kajian pascabencana dan
lain-lain. Agar profesi PB itu dapat berjalan dengan efektif dan efisien sesuai
dengan tujuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(UU No. 24/2007) maka para pelaku PB harus kompeten dan tersertifikasi.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kompetensi kerja
adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pengakuan atas kompetensi kerja dilakukan
melalui sertifikasi kompetensi kerja, yaitu proses pemberian sertifikat
kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi
yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/atau internasional. Di
tingkat nasional lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi ketenagakerjaan
adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Dalam
penyelenggaraan PB, lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi profesi PB
adalah Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana (LSP PB). LSP PB
dibentuk dengan dasar Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana
(Perka BNPB No. 7/2014). Peraturan ini ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Maarif pada tanggal 1 April 2014 di
Jakarta.
LSP PB merupakan
lembaga berstatus otonom dan bersifat independen. Dalam hal ini LSP merupakan
lembaga sertifikasi profesi (LSP) pihak kedua guna membantu pemerintah
memastikan para pelaku dan pelaksana penanggulangan bencana benar-benar
berkualitas, berkompeten dan tersertifikasi; sedangkan LSP pihak pertama adalah
BNSP.
Latar belakang
pembentukan LSP PB adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten, serta memberikan pengakuan dan
penghargaan profesi di bidang penanggulangan bencana (PB) sesuai dengan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penanggulangan Bencana (SKKNI-PB). SKKNI-PB
itu sendiri telah ditetapkan Menteri
Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhahuri melalui Surat Keputusan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 401 Tahun 2014 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia Kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
Sosial Wajib Golongan Pokok Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib Golongan Penyediaan Layanan untuk Masyarakat dalam Bidang Hubungan
Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, dan Ketertiban Sub Golongan Ketertiban dan
Keamanan Masyarakat Kelompok Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Pemadam
Kebakaran pada tanggal 30 Desember 2014 di Jakarta.
SKKNI-PB terdiri
dari 7 kelompok profesi dan 52 unit kompetensi. Rincian kelompok dapat dilihat
pada tabel di bawah ini. SKKNI-PB ini bersifat dinamis dan akan terus dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan.
LSP PB mendapatkan
lisensi untuk melakukan sertifikasi profesi PB melalui Keputusan Ketua Badan
Nasional Sertifikasi Profesi Nomor Kep.479/BNSP/V/2015 tentang Lisensi kepada
Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana. Surat Keputusan ini
ditetapkan oleh Ketua BNSP, Sumarna P. Abdurahman pada tanggal 25 Mei 2015 di
Jakarta dengan ketetapan: “Lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi
penanggulangan bencana sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak kedua”.
Dengan dasar surat
keputusan Kepala BNSP tersebut maka LSP PB dapat melaksanakan sertifikasi
kompetensi dengan ruang lingkup lisensi berupa 20 (dua puluh) skema sertifikasi
okupasi (pekerjaan) dalam tabel di bawah ini.
LSP PB menyusun
“Pedoman Umum Penyelenggaraan Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana” guna
panduan dalam melaksanakan kajian kompetensi profesi PB dengan mengacu kepada
SKKNI-PB. Maksud pedoman ini adalah untuk memberi pedoman dan petunjuk bagi
para calon pemohon sertifikasi yang ingin mendapatkan sertifikat bidang PB.
Sedangkan tujuan pedoman antara lain:
- Pemohon sertifikasi dapat memahami
dan mengetahui langkah-langkah proses asesmen (kajian).
- Pemohon sertifikasi dapat menyiapkan
bahan dan dokumen sebelum mengikuti kajian.
- LSP PB dapat menyelenggarakan kajian
secara efektif, efisien berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Ruang lingkup
pedoman berisi prinsip, persyaratan dan proses uji sertifikasi kompetensi yang
mencakup mengajukan permohonan/pendaftaran, prakajian, kajian, evaluasi hasil
kajian, keputusan pemberian sertifikat, pemeliharaan sertifikasi, dan
sertifikasi ulang. Pedoman ini masih terbatas pada proses pelaksanaan tanggap
darurat, yang mencakup 8 skema dan 20 okupasi (pekerjaan).
Tahapan pelaksanaan
sertifikasi profesi PB melalui tahap-tahap berikut ini:
- Permohonan kajian sertifikasi profesi
baru/ulang.
- Memilih Tempat Uji Kompetensi (TUK).
- Penugasan Asesor.
- Melaksanakan kajian uji kompetensi.
- Laporan Tim Asesor kepada Ketua LSP
PB.
- Penyampaian hasil uji kompetensi
kepada Komite Teknik.
- Komite Teknik memberi rekomendasi
kepada Ketua LSP PB.
- Penerbitan sertifikat kompetensi.
- Pengamatan (survailen).
Biaya sertifikasi
profesi PB untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
(Jabodetabek) dapat dilihat di tabel di bawah ini. Sedangkan untuk wilayah di
luar Jabodetabek biaya sertifikasi akan ditentukan oleh masing-masing Tempat
Uji Kompetensi (TUK) setempat.
Ada banyak manfaat
mendapatkan sertifikat kompetensi profesi PB ini. Manfaat itu baik kepada diri
sendiri, lembaga/organisasi, lembaga pendidikan, dan pemerintah. Manfaat untuk
tenaga kerja (diri sendiri), antara lain:
- Membantu tenaga profesi meyakinkan kepada
organisasi/industri/kliennya bahwa dirinya kompeten dalam bekerja atau
menghasilkan produk atau jasa.
- Membantu tenaga profesi dalam promosi
profesinya dipasar tenaga kerja.
- Membantu pengakuan kompetensi lintas
sektor dan lintas negara.
- Membantu tenaga profesi dalam
memenuhi persyaratan regulasi.
- Membantu tenaga profesi dalam
mengukur tingkat pencapaian kompetensi dalam proses belajar di lembaga
formal maupun secara mandiri.
- Membantu tenaga profesi dalam
merencanakan karirnya.
- Membantu memastikan dan memelihara
kompetensi untuk meningkatkan percaya diri tenaga profesi.
Manfaat untuk
lembaga/organisasi, antara lain:
- Membantu lembaga/organisasi
meyakinkan kepada kliennya bahwa produk / jasanya telah dibuat oleh
tenaga-tenaga yang kompeten.
- Membantu lembaga/organisasi dalam
rekruitmen dan mengembangkan tenaga berbasis kompetensi guna meningkatkan
efisiensi kerja.
- Memastikan lembaga/organisasi
mendapatkan tenaga yang kompeten.
- Membantu lembaga/organisasi dalam
sistem pengembangan karir dan renumerasi tenaga berbasis kompetensi.
- Memastikan dan meningkatkan
produktifitas. --- dp ---
Djuni
Pristiyanto
Penulis di Bidang Kebencanaan dan Lingkungan, Fasilitator
LG-SAT dan Kota Tangguh Bencana, Moderator Milis Bencana (https://groups.google.com/group/bencana) dan Milis Lingkungan (http://asia.groups.yahoo.com/group/lingkungan)