Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Rakor TIPB Hari Pertama Mengupas Bencana Hidrometeorologi NTT Akibat Siklon Tropis Seroja

Dilihat 86 kali
Rakor TIPB Hari Pertama Mengupas Bencana Hidrometeorologi NTT Akibat Siklon Tropis Seroja

Foto : Rapat Koordinasi Tim Itelijensi Penanggulangan Bencana pada Kamis (29/4) yang membahas dampak siklon tropis Seroja di wilayah NTT. (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Alya Faradilla)


JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar kegiatan Rapat Koordinasi Tim Intilejen Penanngulangan Bencana (TIPB)  pada Kamis (29/4). Rakor TIPB ini digelar untuk merespon kejadian bencana Hidrometeorologi akibat angin siklon tropis Seroja di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal April lalu. 

Sebagai pembuka acara, Plt. Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Dr. Raditya Jati menyampaikan bahwa adanya tantangan tersendiri dalam penanganan bencana di Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Dengan kondisi kepulauan seperti di NTT ini kita belajar dari dampak turunannya dan bagaimana upaya mitigasi kedepannya.

Plh. Sekretaris BPBD Prov NTT, Drs. Sintus Carolus menyampaikan bahwa pemerintah NTT sudah melakukan tindak lanjut terkait informasi dini dari BMKG sejak bulan September 2020 mengenai adanya siklon tropis, dengan mengirimkan surat ke setiap Kabupaten/Kota, melaksanakan himbauan dan penegasan kepada masyarakat, serta sosialisasi. Berdasarkan informasi lapangan yang diperoleh tim survey dan pemetaan BNPB, masyarakat menerima informasi tersebut namun tidak mengira akan sebesar itu.

Dalam kesempatan yang sama, Badan Informasi Geospasial (BIG) menyampaikan hasil survey yang mereka lakukan di dua wilayah terdampak yaitu Kabupaten Malaka dan Desa Oesena Kabupaten Kupang. Hasil survey ditemukan fakta bahwa dampak yang ditimbulkan angin siklon tropis seroja di Kabupaten Malaka menyebabkan luapan sungai ke desa-desa yang berada di hilir sungai dengan kondisi terparah berada di Kecamatan Malaka Tengah, Malaka Barat, dan Weliman. Sedangkan di Desa Oesena, tim BIG menemukan adanya retakan di badan jalan yang menyebabkan munculnya mata air hingga membuat aliran sungai baru.

Berdasarkan analisis penginderaan jauh yang dilakukan oleh LAPAN, angin siklon tropis seroja banyak mengubah bentukan alam NTT, khususnya perubahan bentuk aliran sungai dan adanya danau baru yang terbentuk. Dalam analisisnya, LAPAN juga mengemukakan bahwa Desa Lemedikte yang berada di hilir sungai di kaki Gunung Aktif Ile Boleng masih terancam banjir lahar dingin. Selain Gunung Ile Boleng, material lahar dari Gunung Ile Lewotolok juga mengancam desa-desa di sekitarnya.

Menurut Miming Saepudin dari BMKG, siklon tropis sudah beberapa kali melintasi Indonesia dengan potensi terbesarnya di Bulan April-Mei. 

“Dampak terbesar dirasakan pada 2008 lalu, baru yang kedua adalah di NTT pada awal April kemarin,” lanjutnya. 

Miming juga mengingatkan adanya bahaya kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau yang diperkirakan mencapai puncaknya pada bulan Juli-Agustus.

Lebih lanjut, Miming menjelaskan dampak dari bencana turunan dari siklon tropis sangat perlu diwaspadai, di antaranya adalah gelombang tinggi, angin kencang, hujan lebat, banjir, longsor, dan banjir bandang. Hal ini senada dengan hasil temuan lapangan yang dilakukan oleh BNPB.

“Dampak signifikan yang terjadi di Adonara, Lembata, dan Alor cukup luar biasa, namun bukan representasi dari dampak langsung siklon tropis,” ungkap Abdul Muhari, salah satu anggota Tim Survey BNPB. 

Dijelaskan bahwa dampak signifikan yang terjadi di 3 daerah tersebut diakibatkan oleh banjir bandang dan debris flow sebagai bencana turunan akibat siklon tropis.

Sumaryono dari PVMBG menemukan banyak penduduk yang tinggal di daerah kipas aluvial karena sumber mata air yang melimpah di sekitar wilayah tersebut. Pernyataan ini diperkuat dengan temuan lapangan tim survey dan pemetaan BNPB bahwa masyarakat tidak merasa perlu menghindari membangun rumah di alur sungai. Pendataan penduduk dan sistem peringatan dini yang tepat sangat penting dilakukan di wilayah tersebut sebagai antisipasi untuk mengurangi kerugian yang mungkin timbul akibat bencana serupa di masa depan.

Profesor Faisal Fathani dari UGM berpendapat bahwa dengan morfologi pulau di NTT yang cenderung hampir mirip satu sama lain, bentuk mitigasi yang sama dapat diterapkan di seluruh NTT yaitu dengan menerapkan sabo dam untuk mengurangi dampak banjir bandang. Selain itu juga early warning system dapat diaplikasikan menggunakan pendulum dan ultrasonic sensor dengan partisipasi masyarakat. Ide ini diapresiasi oleh PUPR mengingat adanya kondisi beberapa daerah yang tidak memungkinkan untuk dilakukan relokasi. 

Sejauh ini ada 2 peta usulan relokasi baru yaitu di Waisesa II sebanyak 546 unit rumah dan Waisesa I sebanyak 154 unit rumah. Peran dari unsur kebencanaan sangat dibutuhkan dalam menentukan area relokasi ke depannya.

Sampai saat ini penanganan pasca bencana hidrometeorologi akibat siklon tropis Seroja di NTT masih terus berlanjut. PUPR mencanangkan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi rumah rusak dan sejumlah bangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, bendung, jaringan irigasi, dan bangunan sungai/pantai di tahun 2021 dan diteruskan di tahun 2022.

Perdinan menjelaskan bahwa sistem peringatan dini yang diberikan BMKG beberapa hari sebelum kejadian sudah tepat. Lebih lanjut, Perdinan menilai kepastian siklus tidak menjamin kepastian besaran bencana dan area terdampaknya. 

“Seharusnya yang kita waspadai dalam fenomena ini adalah anginnya, bukan curah hujannya,” imbuhnya. 

Perdinan menutup dengan mengingatkan pentingnya early action setelah mendapat early warning system berupa kesiapsiagaan masyarakat dan lembaga, serta tidak melupakan social engineering dalam penanggulangan bencana.

Pusat Krisis Kesehatan menyebutkan ada 3 kabupaten yang memiliki dampak kesehatan yang besar, yaitu Flores Timur, Lembata, dan Alor. Untuk menangani hal tersebut, Kementerian Kesehatan mengirimkan dokter spesialis bedah tulang, anestesi, dan perawat dari beberapa daerah di luar NTT. Para tim kesehatan juga melakukan penyisiran korban luka di pengungsian dan rumah kerabat korban yang tidak terdampak.

Dalam penanganan Covid-19, dilakukan pemisahan pengungsian bagi masyarakat yang menjalani isolasi mandiri. Sejalan dengan hal tersebut, BPBD Prov NTT meminta beberapa pengungsi untuk mengungsi di rumah keluarga yang masih dapat ditempati, untuk menghindari munculnya klaster covid di tempat pengungsian.

Agus Wibowo, salah satu tim survey dan pemetaan BNPB mengapresiasi pemerintah daerah NTT dalam penanganan bencana hidrometeorologi akibat siklon tropis seroja. Dia menilai posko dan sistem komando sudah berjalan cukup baik dan program destana yang sudah terbentuk bekerja dengan efektif.

 

Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis


BAGIKAN