Rakor Tim Intelijen PB, Kolaborasi Pentaheliks Dalam Kajian Saintifik Dalam Upaya Penanggulangan Bencana
30 Apr 2021 05:22 WIB
Foto : Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Intelijen Penanggulangan Bencan dielar secara tatap muka dan daring pada Kamis (29/4) dan Jumat (30/4). (Alya Faradilla, Lia Agustina)
JAKARTA - Pada Bulan April 2021 telah terjadi peristiwa bencana yang memakan korban jiwa, menyebabkan kerusakan bangunan, dan tentu saja menyisakan duka bagi masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menyikapi bencana tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Kementerian Lembaga dan unsur pentaheliks lainnya seperti ahli bencana dari perguruan tinggi dan praktisi kebencanaan menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Intelijen Penanggulangan Bencana guna memaparkan data dan informasi, kajian saintifik serta upaya penanggulangan bencana di wilayah terdampak pada Kamis (29/4) dan Jumat (30/4).
Pada Rakor hari pertama, tim intelijen membahas siklon tropis Seroja yang memicu bencana hidrometeorologi yang melanda wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal April lalu. Rakor yang dilaksanakan secara tatap muka dan daring ini menghadirkan narasumber dari berbagai kementerian lembaga seperti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan. Hadir pula memberikan paparan secara daring ahli bencana dari perguruan tinggi Universitas Gajah Mada (UGM) dan IPB University. Media yang memegang peranan penting juga dilibatkan sebagai wadah penyebarluasan informasi pembelajaran mitigasi dan edukasi bencana kepada publik.
Sesuai dengan arahan Presiden dalam Rakornas 2021 lalu, dalam menghadapi bencana harus melakukan mitigasi berupa pencegahan dan lebih banyak melakukan simulasi kepada masyarakat. Untuk itu diharapkan dalam rakor tim intelijen ini hasilnya dapat diimplementasikan secara nyata kepada masyarakat. Hal ini disampaikan Plt. Deputi Bidang Sistem dan Strategi, Dr. Raditya Jati dalam sambutan sekaligus membuka rakor tim intelijen hari pertama.
"Harapan kami dalam rapat koordinasi tim intilejen penanggulangan bencana kali ini kita bisa memperkuat dan membangun wilayah yang rentan terhadap bencana, sekaligus meminimalisir korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang menjadi aset dibeberapa wilayah," ujar Raditya dalam sambutannya.
Update dari NTT
Seperti diketahui, pada 3 dan 4 April 2021 lalu, terjadi fenomena alam yang menyebabkan bencana hidrometeorologi yang menyebabkan 21 dari 22 kabupaten kota di NTT terdampak. Siklon tropis Seroja menyebabkan 182 jiwa meninggal dunia, 47 jiwa hilang, 184 luka-luka serta 84.876 jiwa mengungsi. Terdapat pula 63 titik penampungan pengungsi yang tersebar di 10 kabupaten kota. Hal ini dipaparkan oleh Drs. Sintus Carolus, Plh. Sekretaris BPBD Provinsi NTT.
Sintus juga memaparkan bahan pangan dan gizi merupakan kategori barang yang paling banyak didistribusikan ke 15 kabupaten kota yang terdampak. Secara kumulatif, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Sabu Raijua merupakan 3 lokasi distribusi berdasarkan jumlah item bantuan yang terbanyak di NTT terutama untuk kategori pangan dan gizi, hunian serta air dan sanitasi.
Sementara itu, sarana vital terus dibangun dan diperbaiki terutama sarana listrik dan komunikasi yang sangat dibutuhkan warga terdampak. Progres pemulihan listrik PLN telah mencapai 97,4 % untuk seluruh NTT. Beberapa wilayah yang belum stabil dikarenakan masalah akses, seperti Sabu Raijua, Lembata, Kupang arah Tablolong dan Buraen karena kerusakan cukup parah. Sementara progress jaringan backbone Telkom telah selesai 100 %, 738 BTS sudah pulih dan coverage Telkomsel sudah 100% per hari ini (29/4).
Sintus menambahkan, BPBD Provinsi NTT telah membuat kajian risiko terhadap ancaman-ancaman di beberapa daerah dan bagaimana memastikan ancaman-ancaman tersebut diketahui masyarakat melalui sosialisasi edukasi. Salah satu upayanya yakni dengan pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana). Hal ini untuk memastikan ancaman bahaya sedini mungkin dapat diketahui dan jatuhnya korban jiwa dapat ditekan.
Dr. Raditya Jati
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB