Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Penanggulangan Bencana

Dilihat 142 kali
Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Penanggulangan Bencana

Foto : Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu saat memberikan paparan pada kegiatan Rakornas PB BNPB Tahun 2021 hari kelima di Graha BNPB, Rabu (10/3). (Youtube BNPB Indonesia)


JAKARTA – Pada setiap penanggulangan bencana perempuan dan anak menjadi perhatian pemerintah. Salah satunya memberikan perlindungan kepada kelompok ini dalam menghadapi masa sulit di saat bencana. Pada konteks ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mendorong beberapa hal yang otomatis dapat diterapkan saat bencana.

Sekretaris KPPPA Pribudiarta Nur Sitepu menyampaikan bahwa pihaknya menyampaikan beberapa masukan terkait dengan konteks perempuan dan anak, khususnya di saat bencana. Pertama, data pilah berbasis gender. Data terpilah ini perlu dilakukan secara otomatis sejak awal, misalnya perencanaan tenda atau fasilitas di pos pengungsian atau penentuan bantuan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, Pribudiarta menekankan bahwa pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan. 

“Dalam penanganan kebencanaan, perempuan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam siklus kebencanaan seperti tanggap darurat, rekonstruksi dan rehabilitasi atau pemulihan,” ujar Pribudiarta pada Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2021, di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (10/3).

Di sisi lain, kebutuhan spesifik pada perempuan dan anak perlu untuk disiapkan. Hal tersebut dapat bertujuan untuk menghindarkan mereka dari risiko, seperti kekerasan. Namun demikian, kebutuhan ini tidak hanya menyasar mereka, tetapi juga kelompok rentan lain seperti lanjut usia dan disabilitas. Sebagai contoh pada saat terjadi pengungsian, pos komando dapat menyediakan tenda khusus untuk pencegahan kekerasan, tenda dan layanan khusus ibu hamil dan ibu melahirkan maupun layanan psikososial. 

Selanjutnya, pihaknya mendorong untuk mengembangkan organisasi kerelawanan untuk perempuan dan anak. Organisasi ini dibutuhkan untuk merespons konteks kebencanaan dan isu-isu gender dalam kebencanaan.

Area perhatian KPPPA lain yaitu sistem penanganan isu gender dalam kebencanaan yang terintegrasi dari berbagai sektor, kesiapan pemerintah daerah dalam penanganan isu gender dalam kebencanaan dan pemangkasan birokrasi yang tidak merespons cepat kebutuhan lapangan. 

Pada kesempatan itu, Pribudiarta mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki dasar hukum perlindungan hak perempuan dan anak dalam situasi darurat kebencananaan, seperti tertuang pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana. 


Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis


BAGIKAN