Foto : Perka BNPB No. 13/2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang PB ()
Apakah gender itu?
Dan mengapa mesti diarusutamakan di bidang penanggulangan bencana (PB)?
Bagaimana mekanisme, tata cara dan pelaksanaan pengarusutamaan gender tersebut?
Seringkali gender disalahpahami hanya sebagai urusan perempuan saja, atau
menunjuk jenis kelamin tertentu. Padahal tidak demikian. Pengertian gender
adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran, atribut, sifat, sikap tindak atau perilaku,
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat atau yang dianggap masyarakat
pantas untuk laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian
gender ini diciptakan oleh masyarakat dan sebagai dampaknya adalah munculnya
diskriminasi antara laki-laki dan perempuan atau kesenjangan gender. Oleh karena itu, perlu ada
kesetaraan gender, yaitu kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Juga agar dapat
dicapai keadilan gender, yaitu suatu proses untuk menjadi adil terhadap
laki-laki dan perempuan. Agar terjadi kesetaraan dan keadilan gender maka perlu
ada pengarusutamaan gender pada berbagai bidang/sektor. Disini pengarusutamaan
gender dimaknai sebagai strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender
menjadi suatu dimensi terpadu dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,
dan pengendalian kebijakan dan program pembangunan nasional.
Di berbagai bidang
pembangunan sudah sejak lama dilakukan pengarusutamaan gender, seperti di
bidang pendidikan, kesehatan, perhubungan, pariwisata, komunikasi, dan
lain-lain. Sementara itu, di bidang penangggulangan bencana (PB) belumlah
banyak dilakukan pengintegrasian pendekatan dengan perspektif gender. Keluarnya
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014
tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana (Perka BNPB No.
13/2014) menjadi perangkat penting mengintegrasikan pendekatan gender di bidang
PB. Perka BNPB No. 13/2014 ini ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Maarif pada tanggal 16 Oktober 2014 di
Jakarta. Penyelenggaraan PB yang responsif gender perlu dilaksanakan untuk
memastikan pemenuhan hak-hak dan kebutuhan laki-laki dan perempuan secara adil
dan manusiawi.
Isi Perka BNPB No.
13/2014 cukup singkat, padat, dan bernas meliputi 8 bab, 30 pasal, dan 13
halaman. Kerangka isi Perka BNPB No. 13/2014 antara lain:
- Bab I Ketentuan Umum.
- Bab II Maksud, Tujuan dan Lingkup
Pengaturan (Maksud dan Tujuan; Lingkup Pengaturan).
- Bab III Penyelenggaraan
Pengarusutamaan Gender (Indikator; Perencanaan dan Penganggaran Responsif
Gender; Pendanaan; Pelaksanaan; Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan).
- Bab IV Pengarusutamaan Gender Saat
Prabencana (Kajian Risiko Bencana Responsif Gender; Peringatan Dini
Responsif Gender; Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Responsif Gender).
- Bab V Pengarusutamaan Gender Saat
Tanggap Darurat (Tanggap Darurat Responsif Gender; Pemenuhan Kebutuhan
Dasar; Penampungan dan Hunian Sementara; Kebutuhan Air Bersih dan
Sanitasi; Layanan Kesehatan; Layanan Pendidikan; Layanan Psikososial;
Keamanan).
- Bab VI Pengarusutamaan Gender Saat
Pascabencana (Rehabilitasi dan Rekonstruksi)
- Bab VII Kerjasama Para Pihak dan
Pengembangan Kapasitas.
- Bab VIII Ketentuan Penutup.
Tujuan Perka BNPB
No. 13/2014 adalah untuk:
- Melaksanakan prinsip-prinsip keadilan
dan kesetaraan gender dalam setiap komponen penyelenggaraan PB.
- Mendorong pengarusutamaan gender
dengan menyusun perencanaan dan penganggaran responsif gender dalam PB.
- Mendorong terwujudnya perlindungan
dan pemenuhan hak-hak perempuan dan laki-laki dalam PB.
Perka BNPB No.
13/2014 menjadi pedoman bagi Pemerintah, pemerintah daerah dan pihak
non-pemerintah dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di bidang PB dalam
seluruh tahapan PB, baik pada saat prabencana, tanggap darurat maupun
pascabencana. Ada 4 (empat) indikator dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender,
yaitu (1) Akses, (2) Partisipasi, (3) Kontrol terhadap sumber daya dan
pengambilan keputusan, dan (4) Manfaat dari kebijakan dan program.
Penyelenggaraan PB
responsif gender dilakukan pada
aspek penganggaran, pendanaan, pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan. Pada bagian perencanaan kebijakan, program dan kegiatan
PB responsif gender tertuang dalam rencana strategis (renstra) dan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) dan pemerintah daerah (RKPD) serta mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah (RPJMN) dan pemerintah daerah (RPJMD)
yang melalui analisis gender. Analisis gender ini menggunakan (1) Data terpilah
dan (2) Metode Alur Kerja Analisis Gender
(Gender Analysis Pathway) atau metode analisis lain yang sesuai. Untuk
pelaksanaan analisis gender dapat dilakukan oleh pihak luar yang kompeten.
Perencanaan
responsif gender itu menghasilkan Anggaran Responsif Gender dan harus dapat:
- Mengatasi masalah kesenjangan antara
perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, manfaat dan kontrol
terhadap sumber daya.
- Memperkuat pelembagaan
pengarusutamaan gender, baik dalam hal pendataan maupun peningkatan
kapasitas sumber daya manusia.
- Memenuhi kebutuhan dasar khusus
perempuan dan/atau kebutuhan dasar khusus laki-laki berdasarkan analisis
gender.
Untuk pendanaan
pelaksanaan program dan kegiatan pengarusutamaan gender di bidang PB berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaran (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) serta sumber dari pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
Dalam upaya
percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender, di lingkungan BNPB dan BPBD
dibentuk Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (Pokja PUG). Struktur,
keanggotaan dan masa tugas Pokja PUG di BNPB ditetapkan dengan Surat Keputusan
Sekretaris Utama, sedangkan di BPBD ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala
BPBD. Tugas Pokja PUG antara lain:
- Mempromosikan dan memfasilitasi PUG
di bidang PB.
- Melaksanakan sosialisasi dan advokasi
PUG di bidang PB.
- Mendorong terwujudnya perencanaan dan
penganggaran yang responsif gender di bidang PB.
- Menyusun rencana kerja Pokja PUG
setiap tahun.
- Merumuskan rekomendasi kebijakan.
- Menyusun Profil Gender di bidang PB.
- Melakukan pemantauan pelaksanaan PUG.
- Mendorong dilaksanakannya pemilihan
dan penetapan Penggerak PUG.
Untuk menyelaraskan
rencana dan pelaksanaan program pengarusutamaan gender di bidang PB di tingkat
nasional dilakukan oleh BNPB dan kementerian yang membidangi pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan
kementerian/lembaga (K/L) terkait. Di tingkat daerah, penyelarasan rencana dan pelaksanaan program
pengarusutamaan gender di bidang PB dilakukan oleh BPBD bekerjasama dengan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.
Dalam hal pemantauan, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan pengarusutamaan gender di bidang PB dilakukan oleh BNPB dan
kementerian yang membidangi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan K/L terkait. Di
tingkat daerah, BPBD melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
pengarusutamaan gender di bidang PB kepada Gubernur untuk tingkat provinsi dan
kepada Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota dengan tembusan kepada
BNPB. Sementara itu, laporan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender di bidang
PB yang dilakukan organisasi non-pemerintah dan para pihak lainnya dapat
disampaikan kepada BNPB di tingkat nasional dan BPBD di tingkat daerah.
Pengarusutamaan
gender di bidang PB dilakukan pada tahap prabencana, saat bencana, dan
pascabencana. Pada tahap prabencana, pengarusutamaan gender dilakukan melalui
kajian risiko, peringatan dini, serta mitigasi dan kesiapsiagaan bencana.
Pada tahap tanggap
darurat bencana, pengarusutamaan gender dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, penampungan dan hunian sementara, pemenuhan air bersih dan sanitasi,
layanan kesehatan, layanan pendidikan, layanan psikososial, dan keamanan.
Tanggap darurat responsif gender dilaksanakan dengan:
- Melibatkan perempuan dan laki-laki
secara aktif dalam menyusun rencana tanggap darurat.
- Memastikan adanya perwakilan yang
seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam tim kaji cepat.
- Memprioritaskan kelompok rentan untuk
menghindari kekerasan berbasis gender.
Pada saat tanggap daruat bencana penting untuk mengutamakan keamanan kepada
warga terdampak bencana dengan melakukan upaya sistematis
dan secara optimal
untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan fisik serta verbal pada
perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya. Upaya itu dilaksanakan dengan melibatkan perempuan
dan laki-laki.
Pada tahap pascabencana,
pengarusutamaan gender dilakukan melalui rehabilitasi dan rekonstruksi.
Perempuan dan laki-laki berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kebutuhan khusus perempuan dan
laki-laki dipertimbangkan dalam proses perencanaan dan alokasi sumber daya
rehabilitasi dan rekonstruksi.
Implementasi pengarusutamaan
gender di bidang PB perlu kerjasama dengan banyak pihak, seperti dengan K/L,
SKPD, universitas, lembaga usaha, lembaga non-pemerintah, lembaga
internasional, dan lain-lain. Dalam penyusunan regulasi dan pengembangan
kapasitas dalam PB responsif gender BNPB/BPBD bekerjasama dan berkoordinasi
dengan K/L dan SKPD terkait. Untuk mendorong penelitian-penelitian dalam PB
responsif gender BNBP/BPBD bekerjasama dengan universitas, lembaga penelitian,
lembaga usaha, organisasi non-pemerintah dan para pihak lainnya. Sedangkan
untuk mempromosikan dan melaksanakan program PB responsif gender BNPB/BPBD
bekerjasama dengan universitas, lembaga penelitian, lembaga usaha, organisasi
non-pemerintah, media massa dan jejaring sosial.
Selain itu,
BNPB/BPBD mengidentifikasi secara berkala kebutuhan pengembangan kapasitas
dalam penanggulangan bencana responsif gender. BNPB/BPBD merancang dan
menyelenggarakan program-program pengembangan kapasitas dalam rangka PB
responsif gender. Dalam menyelenggarakan berbagai program pengembangan
kapasitas BNPB/BPBD bekerjasama dengan K/L dan SKPD terkait serta pihak-pihak
lain sesuai kebutuhan.
Akhir kata, penyelenggaraan PB yang responsif
gender dilaksanakan untuk memastikan pemenuhan hak-hak dan kebutuhan laki-laki
dan perempuan secara adil dan manusiawi. --- dp ---
Djuni Pristiyanto
Penulis di Bidang Kebencanaan dan Lingkungan, Fasilitator
LG-SAT dan Kota Tangguh Bencana, Moderator Milis Bencana (https://groups.google.com/group/bencana) dan Milis Lingkungan (http://asia.groups.yahoo.com/group/lingkungan).