Pengendalian Transportasi pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
18 Jun 2020 16:42 WIB
Foto : Juru Bicara Kementerian Perhubungan RI Adita Irawati. (Humas BNPB/Dume Sinaga)
JAKARTA – Salah satu yang menjadi fokus perhatian pada masa pandemi COVID-19 yaitu transportasi. Pada masa ini mobilitas masyarakat dengan moda transportasi umum sangat tinggi. Kondisi ini dapat memicu penularan virus dari para pengguna jasa transportasi, baik darat, laut dan udara.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan peraturan mengenai pengendalian transportasi pada masa adaptasi kebiasaan baru. Peraturan Kemenhub dengan Nomor 41 Tahun 2020 ini ditetapkan pada awal Juni 2020. Peraturan tersebut berisi pengendalian transportasi pada masa adaptasi. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan bahwa peraturan tersebut merupakan revisi dari peraturan sebelumnya.
“Ada tiga hal yang diatur, yaitu pengendalian transportasi di daerah di seluruh wilayah Indonesia, kemudian di daerah PSBB, dan selanjutnya untuk pengaturan mudik. Dalam perkembangannya, mudik kemudian diatur sendiri di Peraturan Menteri Nomor 25,” jelas Adita pada dialog siang di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, pada Selasa (17/6).
Dinamika yang terjadi pada masa pandemi berpengaruh pada pengendalian transportasi. Di sisi lain, masyarakat di wilayah dengan tingkat risiko rendah dapat menjalankan adaptasi kebiasaan baru yang aman COVID-19 dan produktif.
Menyikapi situasi tersebut, penyesuaian dilakukan untuk mengendalikan transportasi di seluruh wilayah Indonesia.
“Kami mengatur juga mengenai kapasitas penumpang di setiap moda transportasi. Di peraturan sebelumnya, kapasitas ini untuk semua moda transportasi kami atur secara seragam, jadi semua moda maksimal 50% dengan prinsip tetap menjaga jarak di dalam moda transportasi tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, pengendalian transportasi juga memperhatikan kondisi suatu wilayah berdasarkan zonasi tingkat risikonya, seperti hijau, kuning, oranye dan merah.
Selanjutnya, Kemenhub mengatur juga mengenai cara implementasi berdasarkan dari mulai perjalanan di mulai di titik keberangkatan, sampai di moda transportasi, sampai di titik tujuan.
“Itu diatur semua, disesuaikan dengan kondisi saat ini. Dan yang terakhir, di situ juga ada sanksi-sanksinya. Kita terapkan sanksi lebih kepada para stakeholders, yang di situ adalah para penyelenggara prasarana seperti penyelenggara terminal, stasiun, bandara dan juga pelabuhan serta penyelenggara operator transportasinya, seperti di pesawat,” tambahnya.
Sementara itu, pada tahap pengawasan pengendalian transportasi, Adita menyampaikan pihaknya tidak mungkin dilakukan sendiri di lapangan.
“Kita harus bekerja sama dengan semua unsur oleh karena itu juga di dalam peraturan menteri juga maupun juga di surat edaran gugus tugas sudah ditetapkan, bahwa pengendalian dan pengawasan itu dilakukan oleh tim gabungan, ada TNI Polri, kemudian ada dari pemerintah daerah, ada dari unsur dinas perhubungan juga dan tentunya juga dari Kementerian Kesehatan,” ucapnya.
Di akhir, Adita mengatakan bahwa Kementerian Perhubungan telah menetapkan ketentuan transportasi harus dijalankan dengan mengedepankan protokol kesehatan. Masyarakat pengguna jasa transportasi juga berpartisipasi untuk menjalankan protokol yang sama.
“Ini perlu partisipasi semua pihak, khususnya juga seluruh para calon penumpang untuk bisa membangun kesadaran diri agar patuh dan juga disiplin terhadap semua ketentuan yang sudah ditetapkan,” tutupnya.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional