Penduduk Rentan dalam Situasi Bencana
06 Jul 2015 15:01 WIB
Dilihat 338 kali
Foto : Penduduk Rentan dalam Situasi Bencana ()
JAKARTA - Indonesia, yang menjadi salah satu negara paling rawan terhadap bencana alam, perlu mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi penduduk rentan terutama perempuan, anak perempuan dan remaja.
Demikian kesimpulan dari seminar yang diselenggarakan Dana Kependudukan Bangsa-Bangsa (United Nations Fund/UNFPA), di Hotel Borobudur, Jakarta pada Senin, (6/7) bertema "Penduduk Rentan Dalam Situasi Bencana" yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Kependudukan Dunia 2015.
Terinspirasi oleh hari dimana penduduk dunia diperkirakan mencapai lima miliar pada 11 Juli 1987, Hari Kependudukan Dunia yang diperingati tiap tahun ini bertujuan menyoroti permasalahan global terkait isu kependudukan. Dalam memperingati Hari Kependudukan Dunia tahun ini, UNFPA mengangkat salah satu topik yang berkaitan erat dengan permasalahan di Indonesia, yaitu "Melindungi Penduduk Rentan Dalam Situasi Bencana."
Berdasarkan data resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 1.559 bencana di Indonesia pada 2014 yang menelan 490 korban jiwa dan mempengaruhi kehidupan dua juta orang lainnya. Ribuan orang mengungsi dan banyak dari mereka kehilangan keluarga, rumah, dan harta benda.
Tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan dan remaja meningkat dalam situasi bencana. Pada situasi tersebut, perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko yang lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, kawin paksa, penyakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, dan kematian akibat kurangnya perlindungan dan tidak adanya pengiriman bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Lebih dari 50 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat adanya konflik dan bencana alam di dunia. Tiga per empat dari total angka tersebut adalah kelompok perempuan, anak perempuan dan remaja. Hal ini menjadikan mereka sebagai kelompok penduduk yang paling rentan dalam situasi bencana.
"Ketika krisis terjadi, bantuan kemanusiaan harus cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Di samping itu, perempuan dan remaja memerlukan bantuan khusus, dan bantuan tersebut harus dilakukan sejak awal terjadinya bencana sampai masa pemulihan," jelas Dr. Babatunde Osotimehin, Direktur Eksekutif UNFPA.
Dalam acara ini masing-masing Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Jose Ferraris, Koordinator PBB di Indonesia, Douglas Broderick, Kepala BKKBN, Dr. Surya Chandra Surapaty memberikan pidato sambutan. Acara dilanjutkan dengan Peluncuran buku “Penduduk terpapar Bencana Alam”. Buku ini memberikan deskripsi dan informasi mengenai jumlah penduduk terpapar bahaya bencana alam dan lebih khusus lagi kelompok rentan. Kelompok rentan atau vulnerability group yang dimaksud adalah mereka yang masuk dalam kategori balita, lansia, dan penyandang disabilitas. Penyusunan buku ini menggunakan data Sensus Penduduk 2010 dari BPS dan Data Kajian Risiko Bencana 2011 dari BNPB.
Data di Indonesia menunjukkan dalam situasi bencana, diperkirakan 25 persen dari penduduk yang terkena bencana adalah perempuan pada usia subur. Sementara diperkirakan sekitar empat persen dari penduduk perempuan berusia subur tersebut sedang hamil, dan 15-20 persen di antaranya mengalami komplikasi kehamilan.
"Dengan statistik tersebut diperkirakan selalu ada perempuan yang hamil dan melahirkan pada saat terjadinya bencana," ucap Jose. UNFPA telah berkomitmen mempromosikan hak-hak reproduksi, termasuk memastikan layanan kesehatan reproduksi tersedia di saat terjadinya bencana.
Sejak tahun 2007, UNFPA Indonesia telah menerapkan kesehatan reproduksi dalam program kemanusiaan yang disebut Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM). Program tersebut juga telah diterapkan Pemerintah Indonesia untuk membantu mengurangi risiko terkait layanan kesehatan reproduksi pada saat krisis kemanusiaan dan masa tanggap darurat.
Pada kesempatan sama, Dr. Surya Chandra, kepala BKKBN yang baru terpilih, menekankan "prioritas BKKBN adalah memastikan pelayanan KB selalu tersedia, di segala situasi, termasuk dalam situasi bencana."
Dalam seminar ini terdapat juga presentasi dan diskusi panel dengan narasumber Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB DR. Sutopo Purwo Nugroho, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Indra Supradewi, dan Yayasan Rifka Anisa Yogyakarta Suharti Muklas, serta perwakilan anak muda Anggraini Sariastuti, dengan moderator dari UNFPA Dr. Rosilawati Anggraini. Presentasi mereka difokuskan kepada beberapa topik terkait isu mengenai penduduk yang terkena dampak bencana, kebutuhan dan tantangan dalam kesehatan reproduksi, pencegahan kekerasan berbasis gender dan peran remaja dalam situasi bencana.
Indonesia harus tepat dalam mengambil tindakan ketika bencana melanda. Perlindungan terhadap kaum perempuan, anak perempuan, dan remaja harus menjadi perhatian utama. Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Andi ZA Dulung, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi kelompok penduduk rentan. Ketika krisis terjadi, bantuan kemanusiaan harus cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Di samping itu, perempuan dan remaja memerlukan bantuan khusus. Bantuan tersebut harus dilakukan sejak awal terjadinya bencana sampai masa pemulihan.
Acara ini ditutup oleh Dirjen Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan Dr. Anung Sugihantono dan diakhiri dengan acara berbuka puasa bersama peserta seminar.
Penulis