Pendekatan dan Teknologi dalam Penanganan Bencana Geologi
05 Mar 2021 04:20 WIB
Foto : (Danung Arifin)
JAKARTA – Bencana geologi merupakan peristiwa dengan periode waktu yang berulang, seperti gempa bumi atau erupsi gunung api. Fenomena alam ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga strategi penanganannya tidak bisa seragam meskipun jenis bencana yang sama.
Mempelajari konteks ini, pada hari kedua Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2021 yang bertema ‘Tangguh Hadapi Bencana,’ BNPB menghadirkan para menteri sebagai keynote speaker serta narasumber dari kementerian dan lembaga terkait. Berikut ini beberapa rumusan dari pembelajaran lapangan dari para narasumber di hari ketiga, Kamis (4/3).
(1) Pemerintah sudah memiliki Perpres 93/2019 tentang Peringatan Dini dan Perpres 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024. Target penurunan kehilangan pendapatan domestik brutto (PDB) hingga 0,1 persen akibat bencana di 2024 dan waktu diseminasi peringatan dini dari 5 menit menjadi 3 menit harus didukung dan diwujudkan sesuai peran masing-masing kementerian/lembaga.
(2) Masalah lingkungan kerap meningkatkan aspek kerentanan. Untuk mengurangi potensi risiko, pemerintah daerah agar mendukung program rehabilitasi lingkungan seperti rehabilitasi 150 hektar mangrove di seluruh Indonesia.
(3) Teknologi anak negeri harus diutamakan dalam pembangunan sistem peringatan dini seiring dengan peningkatan kapasitas SDM dan memperkuat pemerintah daerah. Teknologi kebencanaan ini harus dibangun dari hilir ke hulu, bukan dari hulu ke hilir. Artinya teknologi yang dibangun harus menyesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan.
(4) Riset-riset fundamental tentu sangat diperlukan, tetapi harus berjalan seiring dengan penggalian norma dan kearifan lokal untuk peningkatan literasi masyarakat terhadap potensi ancaman bencana.
(5) Kesiapan Standard Operating Procedure (SOP) kedaruratan di sektor transportasi sudah ada, tetapi perlu untuk ditingkatkan implementasinya seperti kesiapan bandara untuk pendaratan pesawat berbadan lebar di simpul-simpul bandara untuk distribusi logistik dan Disaster Ready Airport.
(6) Audit ketahanan bangunan harus dilakukan dan didukung oleh pemerintah daerah serta ditindaklanjuti dengan penguatan bangunan sesuai dengan standar bangunan tahan gempa. Ini tentu sejalan dengan arahan Presiden saat pembukaan Rakornas PB kemarin untuk menerapkan standar bangunan tahan gempa.
(7) Pemantauan gunung api yang berpotensi menumbulkan tsunami perlu terus diperkuat melalui kerja sama lintas kementerian/lembaga, BMKG, Badan Geologi, BPPT dan BIG. Untuk upaya mitigasi, pemanfaatan peta rawan bencana penting untuk dijadikan dasar penataan ruang. Sesuai arahan Presiden, pengelolaan ruang harus sensitif terhadap aspek kerawanan bencana.
(8) Strategi dan narasi komunikasi risiko sangat penting. TIdak hanya untuk menjamin agar tersampaikannya pesan kesiapsiagaan tetapi juga dalam rangka pemulihan ekonomi, khususnya kawasan pariwisata paska bencana.
(9) Leadership pada saat terjadinya bencana sangat menentukan. Pemahaman terkait karakteristik bencana sangat penting untuk menjamin kecepatan pengambilan keputusan saat daruarat yang didukung dengan rencana kontinjensi yang dipahami oleh semua aktor.
Para narasumber kunci pada sesi pertama di hari ketiga, antara lain Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Menteri Perhubungan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kepala Badan Geologi, staf ahli bidang Keterpaduan Pembangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kepala BPPT dan Kepala LIPI.
Sesi selanjutnya menghadirkan pengalaman nyata di lapangan dari para actor yang langsung terlibat dalam penanganan bencana, seperti bencana gempa bumi di Lombok dan Palu serta erupsi gunung api di Bali.
Dr. Raditya Jati
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB