Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Menuju GPDRR 2022: BNPB Dukung Penguatan Peran Kepemimpinan Perempuan dalam Pengurangan Risiko Bencana

Dilihat 110 kali
Menuju GPDRR 2022: BNPB Dukung Penguatan Peran Kepemimpinan Perempuan dalam Pengurangan Risiko Bencana

Foto : Webinar Penyusunan Strategi Lintas Pihak untuk Penguatan Kepemimpinan Perempuan dalam Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). (Direktorat Kesiapsiagaan/ Tasril Mulyadi)


JAKARTA - Upaya mewujudkan masyarakat tangguh bencana harus melibatkan perempuan. Ketangguhan perempuan dapat dibentuk dengan memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk memperoleh kesetaraan akses, kapabilitas, sumber daya, dan peluang yang setara. Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. Hal tersebut akan meminimalkan risiko saat menghadapi bencana. Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, tingkat ketahanan atau resiliensi masyarakat akan meningkat. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama dengan  Forum Perempuan untuk Penanggulangan Bencana Indonesia dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk GPDRR 2022 menyelenggarakan webinar Penyusunan Strategi Lintas Pihak untuk Penguatan Kepemimpinan Perempuan dalam Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022 dan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) pada bulan Mei nanti bertujuan sebagai wadah untuk mengangkat inisiatif perempuan di tingkat lokal atau akar rumput dalam bidang penanggulangan bencana dan PRB ke ranah nasional dan internasional untuk memperkuat kepemimpinan perempuan dalam PB dan PRB.

Perempuan sebagai salah satu bagian dari kelompok rentan (bayi, balita, ibu hamil, disabilitas, dan lansia) memiliki kemungkinan berhadapan dengan ancaman  bencana yang lebih besar. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Oxfam, setiap terjadi bencana alam, nonalam dan bahkan konflik sosial terdapat 60 sampai dengan 70 persen korban adalah perempuan dan anak serta lanjut usia termasuk di dalamnya kelompok disabilitas. Mengutip apa yang disampaikan Kristina Peterson dalam  Gender Issues in Disaster Responses, “Perempuan dan anak-anak berisiko meninggal 14 kali lebih besar dari pria dewasa."

Perempuan memiliki potensi untuk mengambil peran yang cukup penting dalam penanggulangan bencana. “Peran tersebut dapat dijalankan dalam setiap tahap manajemen penanggulangan bencana, mulai dari prabencana, pada saat tanggap darurat, hingga pada masa pascabencana,"ujar Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam sambutan pembukaan acara webinar Penyusunan Strategi Lintas Pihak untuk Penguatan Kepemimpinan Perempuan dalam Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana, Rabu (27/4). 

Minimnya akses informasi dan keterlibatan perempuan dalam sosialisasi kebencanaan di tingkat dusun atau desa  menjadi salah satu penyebab tingginya angka korban akibat kejadian bencana. Ketidakhadiran perempuan dalam kegiatan pendidikan bencana, sosialisasi, penyuluhan, latihan atau simulasi kebencanaan membuat pengetahuan dan keterampilan mereka terkait pencegahan dan penanggulangan bencana menjadi minim. Pengetahuan yang terbatas soal mengenal gejala alam dan  teknik penyelamatan diri membawa konsekuensi perempuan lebih rentan menjadi korban bencana.

Prasinta menjelaskan, “Keberadaan kelompok perempuan di masyarakat merupakan suatu modal sosial yang seharusnya mampu menjadi media untuk mentransformasikan pengetahuan keterampilan dan informasi  kebencanaan di komunitas perempuan yang dapat berperan dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui berbagai program ketangguhan masyarakat seperti Destana dan Katana."

Lebih lanjut Prasinta menjelaskan, Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. 

“Upaya penguatan kapasitas akan meminimalisir risiko bencana akibat ancaman yang dihadapi. Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, maka tingkat ketahanan atau resiliensi merekapun akan meningkat," jelas Prasinta.

Penggunaan infrastruktur telekomunikasi yang mudah dan murah dapat meningkatkan layanan dan akses terhadap informasi hingga Penggunaan media KIE secara lebih luas dapat mendukung dan mempercepat transformasi pengetahuan kepada masyarakat didaerah rawan bencana. 

Ia menambahkan dengan keluarnya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana menjadi perangkat penting mengintegrasikan pendekatan gender di bidang Penanggulangan Bencana. 

Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. Upaya Penguatan kapasitas akan meminimalisir risiko bencana akibat ancaman yang dihadapi. 

“Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, maka tingkat ketahanan atau resiliensi merekapun akan meningkat. Mereka akan mudah mengenali risiko dilingkungannya, cepat beradaptasi, mampu membuat rencana kesiapsiagaan, mengambil keputusan yang tepat dan mengerti cara menyelamatkan diri serta dapat melakukan recovery dengan cepat pascabencana terjadi," jelas Prasinta.

Mengakhiri sambutannya, Prasinta menyampaikan apresiasi dan harapannya atas upaya dan inisiatif yang tengah dijalankan oleh Forum Perempuan untuk Penanggulangan Bencana Indonesia bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk GPDRR 2022.

Untuk diketahui bersama, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk GPDRR adalah upaya bersama untuk menggemakan dan memperluas pelibatan masyarakat di GPDRR 2022. Dalam kaitan itu, Jejaring Forum PRB di 20 region di Indonesia, Aliansi Pembangunan dan Kemanusian Indonesia, Relawan Penanggulangan Bencana Indonesia, dan Masyararakat Sipil di G-20 bekerja sama dengan pemerintah, Badan-badan PBB, Lembaga donor, dan mitra internasional  yang ada di Indonesia, membangun Rumah Resiliensi Indonesia di wahana GPDRR 2022 di Bali.




Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis


BAGIKAN