Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

MEMBANGUN SERTIFIKASI PROFESI KEBENCANAAN

Dilihat 350 kali
MEMBANGUN SERTIFIKASI PROFESI KEBENCANAAN

Foto : MEMBANGUN SERTIFIKASI PROFESI KEBENCANAAN ()

JAKARTA (3/12). Sertifikasi adalah sebuah skema di mana pihak/orang yang dipercayai seperti penguasa atau pihak yang berwenang, mengeluarkan sertifikat untuk pihak lain. Di  Indonesia, sistem sertifikasi profesi telah mulai dibangun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 yang menetapkan bahwa Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) adalah satu-satunya Badan Nasional yang berhak memberi lisensi profesi kepada seseorang.


Kebutuhan membangun sistem sertifikasi profesi di bidang penanggulangan bencana dirasakan paling tidak sejak 2009 dan berlanjut pada tahun 2011.  Pada saat itu, dalam sebuah pembicaraan informal di antara para pejabat BNPB disepakati bahwa Indonesia sudah saatnya membangun sebuah sistem sertifikasi profesi penanggulangan bencana. Dasar pemikirannya adalah (1) Indonesia memiliki 129 gunung api aktif dan berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia; (2) Untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam praktik penanganan korban bencana; serta (3) Masih banyak kesalahpahaman akibat kelemahan koordinasi di antara para pelaku di lapangan, ketika operasi penanggulangan bencana dilakukan.  Tiga hal tersebut dapat mengakibatkan mutu pelayanan rendah sehingga menimbulkan keluhan tentang penanganan bencana di masyarakat terdampak. Ide tersebut memerlukan jalan panjang sehingga pada 2012 sistem sertifikasi belum terbangun.   


Perjalanan Penyusunan Sertifikasi Profesi
Sebagai tindak-lanjut penyusunan sertifikasi profesi kebencanaan, dilakukan pertemuan yang bertujuan membahas program kerja pembangunan sistem sertifikasi. Pertemuan tersebut dihadiri unsur KL, NGO dan akademisi di Graha 55 Jakarta pada 30 Maret 2013. Hadir dalam agenda tersebut, Sugimin Pranoto dan R. Sugiharto (BNPB), Eko Binarso, Iskandar Leman (MPBI), Arifin (PMI), Dicky Pelupessy (Puskris UI), Edi Simamora (Pelkesi), Titi (UNOCHA), serta para undangan lainnya. Dalam pertemuan awal yang akan menjadi tonggak sejarah ini, peserta yang hadir menyepakati bahwa sistem sertifikasi di bidang penanggulangan bencana harus segera dibangun dan perlu membentuk sebuah komite standar yang mengawal proses perjalanannya.


Selanjutnya Selasa, 4 Desember 2012, setelah melalui berbagai pertemuan dan pembahasan, akhirnya tim penyusun berhasil menyelesaikan rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Penanggulangan Bencana. Rancangan tersebut diserahkan kepada Sekretaris Utama BNPB. Ir. Fatchul Hadi selaku Ketua Komite Standar dan selanjutnya diunggah ke situs BNPB untuk mendapat tanggapan dari para pelaku. MPBI menyebarluaskan rancangan ini melalui situs MPBI dan memberitahukan kepada para pelaku melalui milis bencana.


1 Agustus 2013, setelah tersusunnya rancangan SKKNI oleh tim perumus, langkah selanjutnya mengadakan prakonvensi rancangan SKKNI bersama seluruh pelaku penanggulangan bencana. Prakonvensi melibatkan sekitar 50 pelaku dari berbagai organisasi yang aktif dalam penanggulangan bencana, yakni Artha Graha Peduli, Budha Tsu Chi, WANADRI, Puskris UI, MPBI, MAPALA UI, dan Sinar Mas. Selain itu, PMI, Pusdiklat BNPB, Pusat Studi Bencana IPB, Jakarta Rescue, Basarnas, Kemen Kesehatan, Kementerian Sosial, dan lembaga lain. Sejumlah masukan dan koreksi terhadap rancangan tersebut banyak diberikan oleh peserta prakonvensi. 


Penyiapan Tenaga Penilai


Selain standar kompetensi, perlu dicetak tenaga penilai untuk melakukan uji kompetensi ketika Lembaga Sertifikasi Profesi Bidang Penanggulangan Bencana terbentuk. Selain uji kompetensi, penilai juga akan mengoperasikan lembaga sertifikasi profesi. Saat ini, telah ada 42 tenaga penilai yang dihasilkan dari dua pelatihan intensif. Tenaga penilai tersebut berasal dari berbagai unsur, antara lain pemerintah (BNPB, Kemenkes, dan Basarnas), masyarakat (MPBI, PMI, YTBI, FORLOG, WANADRI, MDMC, Jakarta Rescue, Sampoerna Rescue, PLANAS), dan dunia usaha (Sinar Mas, PT. MOBILKOM, PT. NUSANTARA, PT. RAKATA). 


Meskipun para peserta beranggapan pelatihan ini sangat padat dan memerlukan tenaga dan pikiran yang besar, namun berbagai tanggapan positif muncul setelah mereka mendapatkan pencerahan dari fasilitator. Peserta berpendapat bahwa kelelahan sebagai akibat terkurasnya tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, terobati dengan keberhasilan mereka menjadi asesor penanggulangan bencana. Saat ini, rancangan SKKNI PB sedang dalam proses verifikasi oleh Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi. Setelah proses verifikasi selesai, akan diselenggarakan konvensi nasional untuk menyepakati rancangan tersebut. Diharapkan konvensi nasional ini dapat diselenggarakan secepatnya yang nantinya akan dijadikan standar nasional.


Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi 


Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) adalah lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi profesi yang memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Lisensi diberikan melalui proses akreditasi yang menyatakan bahwa LSP bersangkutan (penanggulangan bencana, misalnya) telah memenuhi syarat untuk melakukan kegiatan sertifikasi profesi. Sebagai organisasi tingkat nasional yang berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, LSP dapat membuka cabang yang berkedudukan di daerah/kota lain. Fungsi dan tugasnya adalah sebagai lembaga penyelenggara dan pengembang sertifikasi kompetensi, sekaligus memelihara standar kompetensi.


Sebuah panitia kerja akan dibentuk untuk menyiapkan pendirian LSP yang meliputi perizinan dari BNSP, penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, personel, serta sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjalankan fungsi LSP. Komposisi pengurus LSP akan terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dan lembaga usaha. Diharapkan LSP tersebut terbentuk pada kuartal pertama 2014. 

Penulis


BAGIKAN