Latihan Merupakan Bentuk Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
23 Agt 2021 04:18 WIB
Foto : Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito, S.E., M.M (tengah mengenakan rompi) dalam geladi ruang ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di InaDRTG, Sentul, Minggu (22/8). (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Apri Setiawan)
JAKARTA – Latihan sangat dibutuhkan dalam membangun kesiapsiagaan tidak hanya pada masyarakat tetapi para pemangku kepentingan. Hal tersebut disampaikan Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito, S.E., M.M dalam geladi ruang ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di InaDRTG, Sentul, Minggu (22/8).
Ganip menyampaikan bahwa BNPB saat ini menghadapi dua tantangan sekaligus yakni bencana alam dan bencana non alam. Pada saat kita sedang menghadapi pandemi Covid19, bencana alam dari skala kecil hingga besar rutin selalu terjadi. Menurutnya, bencana alam selalu berpotensi terjadi setiap hari meskipun skalanya kecil hingga sedang. Oleh karena itu, situasi ini perlu ditindaklanjuti dengan latihan secara rutin.
“Apa yang dilatihkan, itu yang akan dikerjakan saat bencana,” ujar Ganip.
Materi yang diajarkan dalam latihan juga bersumber dari pembelajaran bencana sebelumnya. Pada konteks ini, latihan juga dapat membantu dalam penyusunan prosedur standar, khususnya dalam penanganan darurat. Penyusunan prosedur standar atau standard operating procedures (SOP) tentu diharapkan dapat menjawab permasalahan mendatang dalam penanganan darurat bencana.
Jenderal bintang tiga ini berbagi cerita bahwa dirinya telah menangani bencana sejak di TNI. Ia mengatakan, dirinya telah menangani bencana sejak di TNI, seperti saat penanganan darurat bencana gempa bumi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah dan tsunami Banten pada 2018 silam. Pengalaman selama itu memberinya banyak pembelajaran terhadap peran TNI dalam situasi krisis maupun tanggap darurat bencana.
Ia yang saat itu menjabat asisten operasi TNI membantu pemerintah daerah yang terdampak bencana. Ganip yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional mengatakan, setelah dari penanganan darurat di wilayah tersebut, TNI kemudian menyusun SOP dukungan TNI saat penanganan darurat bencana.
“Sebelum tersusun SOP, sifatnya merupakan perbantuan TNI kepada pemerintah daerah. Perbantuan tersebut berupa personel untuk kebutuhan evakuasi dan pengiriman logistik,” ujarnya.
Ganip menambahkan bahwa pengalaman di Palu saat itu ternyata tidak cukup pada dua hal (personel dan distribusi logistik), namun juga dukungan dalam perbaikan infrastruktur vital dan keamanan.
“Di Palu, pembelajaran tidak cukup untuk dua hal itu. Saat bencana Palu terjadi, pemerintah daerah tidak berfungsi, infrastruktur mati dan gangguan keamanan menjadi permasalahan baru,” tambahnya.
Beranjak dari pengalaman, Ganip menyampaikan pembelajaran dari lapangan sangat penting untuk dipelajari dan digunakan sebagai bahan latihan. Pembelajaran ini dapat bermanfaatan tidak hanya untuk latihan tetapi juga penyusunan SOP, yang kemudian tentu ini dilatihkan kembali sehingga dalam pelaksanaannya tidak terdapat kesenjangan.
Lesson learned dalam setiap kejadian bencana memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ini harus terjawab dalam penyusunan SOP sehingga ini bersifat operasional dalam implementasinya. Kepala BNPB juga mengingatkan, SOP yang disusun agar tidak menyulitkan bagi diri sendiri saat pelaksanaan di lapangan.
Di akhir arahan, Ganip menyampaikan terima kasih kepada tim perancang dan fasilitator dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana BNPB yang menyelenggarakan geladi ruang untuk pejabat tinggi madya dan pratama di lingkungan BNPB. Ia berharap latihan seperti ini dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sering untuk semua jajaran di BNPB.
Abdul Muhari Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB