Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Langit Jakarta Tertutup Asap Tipis dari Sumatera dan Kalimantan

Dilihat 342 kali
Langit Jakarta Tertutup Asap Tipis dari Sumatera dan Kalimantan

Foto : Langit Jakarta Tertutup Asap Tipis dari Sumatera dan Kalimantan ()

JAKARTA - Sebaran asap dari kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah menyebar luas. Sebaran asap sangat tergantung pada arah angin. Berdasarkan pantauan satelit Himawari dari BMKG pada Minggu (25/10) pukul 08.30 WIB, lebih dari tiga per empat wilayah Indonesia tertutup asap tipis hingga tebal. Hanya Jawa Tengah, DIY, sebagian Jawa Timur, NTT, Sulut, Maluku Utara dan bagian utara Papua saja yang tidak tertutup asap. Asap tebal masih mengepung beberapa daerah. Pada pukul 09.00 WIB, jarak pandang  di Padang 200 m berasap, Pekanbaru 1.000 m berasap, Jambi 900 m berasap, Palembang 200 m berasap, Pontianak 800 m berasap, Ketapang 200 m berasap, Palangkaraya 100 m berasap, dan Banjarmasin 400 m berasap.   Pasokan asap dari hotspot juga masih besar. Hotspot pantauan satelit Terra & Aqua pada Minggu pagi ada 1.187 hotpsot. Kualitas udara (PM10) di Pekanbaru 570 berbahaya,  Jambi 518 Berbahaya, Palembang 325 Sangat Tidak Sehat, Pontianak 169 Tidak Sehat, Banjarbaru 73 Sedang, Samarinda 147 Sedang, dan Palangkaraya 1.511 Berbahaya.  Hampir dua bulan lamanya warga di Riau, Jambi dan Palangkaraya terkepung asap level Berbahaya.   Sesungguhnya asap tipis di menutup langit Jakarta sudah berlangsung sejak Jumat (23/10) hingga sekarang. Partikel halus dari asap tipis ini melayang di atmosfer pada ketinggian sekitar 1.000-3.000 meter. Pada pagi hari kelihatan lebih tebal karena bercampur dengan kabut atau uap air. Masyarakat tidak ada yang perlu khawatir dengan adanya sebaran asap tipis dari kebakaran hutan dan lahan tersebut. Sifatnya temporer, yang mudah berubah setiap saat tergantung pada arah dan kecepatan angin. Kualitas udara di Jakarta saat ini masih normal hingga sedang. Justru asap kendaraan bermotor yang lebih berbahaya bagi kesehatan.   Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Penulis


BAGIKAN