Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia Peralatan Peringatan Dini Gerakan Tanah

Dilihat 65 kali
Konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia Peralatan Peringatan Dini Gerakan Tanah

Foto : Pertemuan konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Peralatan Peringatan Dini Gerakan Tanah pada Jumat (3/9) secara virtual. (Istimewa)


JAKARTA – BNPB menyelenggarakan pertemuan konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Peralatan Peringatan Dini Gerakan Tanah pada Jumat (3/9) secara virtual. Pertemuan ini dihadiri oleh BNPB, BSN, dan Komite Teknis-13-08 serta Gugus Kerja yang berasal dari UGM, UPN Veteran Yogyakarta, LIPI, BPPT, PVMBG, IABI, PMI dan perwakilan dari komunitas dan masyarakat. 

Standar peralatan peringatan dini gerakan tanah ini dirumuskan dengan tujuan untuk menyeragamkan peralatan peringatan dini gerakan tanah di kawasan rawan bencana. Standar ini nantinya akan menjadi acuan dalam melakukan pengembangan, pembuatan, pemasangan, penentuan ambang batas dan penyampaian peringatan dini kepada masyarakat.

Pada pertemuan ini sebanyak 12 orang perwakilan dari Komite Teknis 13-08 telah menyetujui untuk menetapkan peralatan peringatan dini gerakan tanah naik status dari sebelumnya RSNI2 menjadi RSNI3. Beberapa perbaikan dari hasil diskusi di antaranya hanya penghapusan beberapa kalimat yang tidak perlu, urutan acuan normatif sesuai nomor SNI, urutan istilah dan definisi sesuai alfabet atau pembahasan dalam dokumen, perubahan redaksional di beberapa kata. 

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Mohd Robi Amri, M.Si. yang membuka pertemuan menyampaikan bahwa RSNI peralatan peringatan dini gerakan tanah ini merupakan Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) kedua yang harapannya dapat ditetapkan menjadi SNI pada tahun 2021 ini. 

“Konseptor bersama gugus kerja telah berupaya keras menyusun dokumen ini dengan melaksanakan rapat pembahasan lebih dari tujuh kali, yang juga didukung dengan kunjungan lapangan ke kantor BPPTKG, Kantor Puspitek BPPT Serpong, dan pemasangan alat EWS longsor di Kintamani, Provinsi Bali,” ujar Robi.

Perwakilan tenaga Pengendali Mutu Standar Nasional Indonesia, BSN, Dina Nur Febriani sebelum diskusi menjelaskan tata cara pelaksanaan konsensus di antaranya adalah penyusunan SNI harus mendengarkan pandangan dari seluruh peserta rapat baik langsung maupun tertulis serta konsensus dapat dilaksanakan jika jumlah peserta yang hadir dari Komite Teknis telah memenuhi kuota yaitu dua per tiga dari total anggota. 

“Apabila diperlukan perbaikan, sekretariat dapat menyelesaikan finalisasi dokumen paling lama sepuluh hari kerja setelah rapat konsensus dengan didampingi oleh personel BSN,” ujar Dina. 

Sementara itu, perwakilan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Wahyu Wilopo, ST. M.Eng. selaku konseptor menyampaikan bahwa saat ini dokumen telah diperbaiki dari seluruh masukan substantif yang diberikan saat pertemuan sebelumnya bersama Komite Teknis 13-08 maupun Gugus Kerja. 

“Perbaikan yang sifatnya editorial dan formal juga sudah disesuaikan dengan aturan dari tata cara penulisan SNI dari BSN,” ujar Wahyu.

Ruang lingkup standar peralatan peringatan dini gerakan tanah ini meliputi persyaratan minimal terkait peralatan peringatan dini gerakan tanah yang mencakup definisi, jenis alat, spesifikasi alat, pemasangan, ambang batas, penyampaian informasi peringatan dini, serta pengecekan dan perawatan alat. Standar ini berlaku untuk produk alat peringatan dini gerakan tanah yang digunakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat dan dipasang pada daerah rentan gerakan tanah tanpa mempertimbangkan jenis gerakan tanah dan luasan daerah yang berpotensi untuk bergerak.




Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis


BAGIKAN