Kolaborasi Kementerian/Lembaga Susun Kajian Risiko Bencana Kawasan JabodetabekPunjur
15 Agt 2021 20:31 WIB
Foto : Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Dr. Ir. Udrekh, S.E., M.Sc dalam kegiatan Asistensi Penyusunan Kajian Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur secara daring, Jumat (13/8). (Istimewa)
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana sedang menyusun Kajian Risiko Bencana wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi serta Puncak dan Cianjur (JabodetabekPunjur). Penyusunan kajian tersebut dilakukan oleh Konsultan bersama Tim Asistensi Nasional Kajian Risiko Bencana Tahun 2021 yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
Hasil penyusunan kajian risiko bencana nantinya akan menggunakan peta bahaya, khususnya banjir, banjir bandang dan tanah longsor yang bersumber dari K/L sebagai walidata. Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Dr. Ir. Udrekh, S.E., M.Sc. mengharapkan, penyusunan kajian risiko bencana dapat lebih baik dan akurat melalui kolaborasi lintas kementerian/lembaga.
“Adanya kesempatan berdiskusi dengan beberapa kementerian/lembaga, diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dalam penyusunan kajian risiko bencana yang semakin baik dan akurat, serta menghasilkan produk yang berkualitas pada setiap kegiatan,” ujar Udrekh secara daring dalam acara Asistensi Penyusunan Kajian Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur, Jumat (13/8).
Wilayah Jabodetabekpunjur merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana hidrometeorologi. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa banjir yang terjadi di wilayah Jakarta dipicu oleh tiga faktor kejadian hujan, yaitu banjir kiriman yang berasal dari hulu, hujan lokal yang terjadi di wilayah Jakarta dan banjir rob atau banjir pasang laut yang terjadi pada periode tertentu. Adapun kombinasi dari tiga faktor kejadian hujan tersebut dapat menyebabkan peristiwa banjir yang besar.
Penyusunan kajian dimulai dengan pembahasan metodologi yang telah disepakati bersama. Salah satu metodologi yaitu kalibrasi data sehingga produk peta akan memiliki basis data yang terbaru atau mutakhir. Selanjutnya, produk peta tersebut akan digunakan sebagai walidata peta bahaya.
Terkait dengan walidata peta bahaya, penyusunan peta akan merujuk pada wali data peta banjir dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan peta kerentanan Gerakan tanah dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Namun demikian, kedua pihak tersebut menyampaikan, proses penyusunan peta bahaya yang dimutakhirkan perlu melakukan tinjauan lapangan. Langkah ini bertujuan untuk memverifikasi peta dengan data-data historis dan frekuensi kejadian bencana yang ada pada lokasi kajian.
Pada kesempatan diskusi, perwakilan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memberikan apresiasi atas penyusunan kajian risiko bencana di kawasan Jabodetabekpunjur. Tahap berikutnya, upaya ini dapat segera diwujudkan, yaitu tersedianya peta risiko bencana hasil konsensus seluruh kementerian/lembaga terkait.
Produk peta yang akan dihasilkan ini nantinya akan menjadi milik bersama dan dapat digunakan antara kementerian dan lembaga. Selanjutnya, fasilitasi penyusunan kajian risiko ini dapat menjadi input tata ruang dan implementasi Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.
Abdul Muhari Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB