International Table Top Exercise Mentawai Megathrust 2013
22 Apr 2013 07:22 WIB
Foto : International Table Top Exercise Mentawai Megathrust 2013 ()
PADANG (22/04) - Pengalaman dari beberapa bencana alam besar yang menelan hingga ratusan ribu korban jiwa dalam satu dasawarsa terakhir di Indonesia dan wilayah lain di Asia Pasifik, membuat banyak negara kian menyadari pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Secara historis, data statistik menunjukkan Indonesia sendiri rentan terhadap bencana, termasuk tsunami yang antara tahun 1600 hingga 2012 telah terjadi sebanyak 172 kali. Dengan masyarakat dan pemerintah yang lebih siap, jumlah korban dan kerugian akibat bencana diharapkan dapat ditekan sekecil mungkin.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif mengatakan dalam rangka peningkatan kesiapan tersebut, Indonesia menggelar International Table Top Exercise (TTX) Mentawai Megathrust pada 22-25 April 2013 di Padang, Sumatra Barat. Pelatihan peningkatan kapasitas dan kesiapan penanggulangan bencana ini diberi tema “Memperkuat Kolaborasi dan Kemitraan dalam Respons Bencana untuk Membangun Kawasan yang Tangguh.”
Indonesia memilih Sumatra Barat sebagai lokasi TTX sebab daerah ini merupakan salah satu yang rawan bencana, terutama gempa bumi dan tsunami, sebagaimana tampak dari peristiwa gempa besar di masa lalu. Pemilihan Sumatra Barat juga menjadi relevan mengingat adanya prediksi ilmiah yang menyatakan provinsi ini berpotensi mengalami gempa bumi berkekuatan hingga 8.9 skala Richter di masa mendatang. Jika perkiraan itu benar-benar terjadi, gempa dapat menimbulkan tsunami di pesisir Sumatra Barat dan kepulauan Mentawai.
Sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia kepada Kepala BNPB pada saat KTT Asia Timur di Bali pada bulan November Tahun 2011 untuk menyelenggarakan latihan bersama penanggulangan bencana dengan melibatkan negara-negara yang tergabung dalam East Asia Summit. Oleh karena itu, BNPB menyelenggarakan satu rangkaian latihan Mentawai Megatrust DiREX untuk bersama-sama dengan mitra international melakukan latihan bersama mulai dari TTX 2013, dilanjutkan dengan latihan Common Post Exercise (CPX) / Field Training Exercise (FTX) pada bulan Maret 2014.
Menurut Syamsul, peserta yang hadir dalam kegiatan ini sejumlah 251 orang terdiri dari ASEAN + Mitra Wicara (EAS) sejumlah 13 negara (42 orang) meliputi Australia, Brunei Darussalam, China, Cambodia, India, Jepang, Malaysia, Myanmar, New Zealand, Singapura, USA, New Zealand termasuk Indonesia, Non EAS sejumlah 11 negara (14 orang) meliputi Canada, Finland, Germany, Ireland, Luxembourg, Netherland, Norway, Poland, Sweden, Switzerland, UK, dan 17 Lembaga International (34 orang) meliputi IFRC, AHA Center, UN OCHA, WFP, WHO, UNICEF, UNFA, UNDP, UNHCR, World Bank, ECHO, Buildchange, AIFDR, Songkla University Thailand, Global Disaster Response, Oxfam, Mercy Corps, JICA, DHL. Selain itu dihadiri oleh peserta nasional sejumlah 72 orang dan lokal/daerah sejumlah 89 orang.
TTX secara garis besar akan berisi dua bagian besar, yaitu sesi akademik pada tanggal 22-23 April 2013, serta sesi latihan bersama dalam ruang pada tanggal 23-25 April 2013. Topik pada sesi akademik antara lain meliputi sistem peringatan dini tsunami, manajemen kedaruratan dan mekanisme kerjasama internasional saat bencana, mekanisme penggunaan aset-aset militer dalam masa tanggap darurat, peran masyarakat internasional, serta sesi bagi pengalaman oleh pemerintah Jepang dari momen gempa besar di timur Jepang pada tahun 2011.
Sementara itu, sesi latihan bersama sedikit banyak akan menjadi inti dari TTX. Para peserta yang merupakan pemangku kepentingan di tingkat domestik dan regional akan berlatih bersama menghadapi sejumlah skenario kejadian bencana besar. Skenario ini sengaja disusun untuk mengetahui tingkat kesiapan serta mencari solusi terhadap kemungkinan kebuntuan saat tanggap darurat. Latihan dengan skenario ini diharapkan bisa memberi gambaran kepada para pemangku kepentingan mengenai situasi yang mungkin dihadapi dalam bencana.
Ada sejumlah sasaran yang hendak dicapai melalui latihan ini. Pertama, terwujudnya sinergitas sumber daya kementerian, instansi, lembaga, organisasi dalam satu sistem komando tanggap darurat bencana alam pada skala besar. Kedua, tercapainya penguatan mekanisme komando, kendali, komunikasi, dan koordinasi dalam konteks sipil militer. Ketiga, tercapainya penguatan mekanisme penanggulangan bencana alam yang melibatkan pelaku multi nasional, baik dari komponen pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat. Keempat, terhimpunnya masukan untuk mekanisme bantuan internasional bagi Indonesia maupun dokumen regional lainnya yang relevan—dengan mengacu kepada hasil latihan regional yang telah dilaksanakan. Kelima, terwujudnya ketahanan regional terhadap bencana alam.
Perlu diketahui bahwa Pemerintah Indonesia telah menyusun Master Plan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami. Master Plan tersebut mencakup empat komponen besar, yakni penguatan sistem peringatan dini, pembangunan dan peningkatan tempat pengungsian sementara, penguatan kapasitas kesiapan dan pengurangan risiko bencana, serta pengembangan kemandirian menghadapi bencana.
Pemerintah Indonesia masih terus menyempurnakan Master Plan ini agar kontekstual dan benar-benar bermanfaat. Syamsul Maarif mengatakan TTX di Padang, serta rangkaian pelatihan lain dalam konteks Mentawai Megathrust Disaster Exercise (DiREx), diharapkan memberi sumbangsih untuk penyempurnaannya. “Tahun ini hingga 2014 Indonesia masih akan menggelar kegiatan peningkatan kesiapsiagaan berupa Command Post Exercise (CPX), Field Training Exercise (FTX), dan Humanitarian Civic Action (HCA),” katanya. <!--[if gte mso 9]><xml>