Foto : Harmonisasi Kesiapsiagaan Ancaman Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia ()
JAKARTA
- Kepala BNPB Willem Rampangilei membuka rapat koordinasi yang dihadiri oleh
Kepala BPBD se-Indonesia dan Kementerian/Lembaga terkait antara lain Kementerian
Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian,
Kementerian Dalam Negeri, BMKG, Basarnas, PVMBG dan Polri di Graha BNPB, lantai
15, Jakarta (18/11).
Kepala
BNPB menyampaikan bahwa BNPB telah diminta untuk mengembangkan Early Warning System (EWS) banjir dan
longsor di 40 kabupaten/kota dan masih perlu untuk terus dikembangkan kedepan. “Ancaman
bencana tersebut perlu upaya pengurangan risiko bencana, pencegahan, dan
kesiapsiagaan sebagai bentuk investasi untuk
mengurangi potensi dampak yang akan timbul akibat terjadinya bencana”
ucap Willem.
Saat
ini merupakan waktu transisi perubahan musim dari kemarau ke musim hujan.
Sebagian besar wilayah Indonesia menunjukkan peningkatan curah hujan terukur
pada November Dasarian I. Sifat curah hujan di mayoritas wilayah telah
menujukkan kondisi normal s/d atas normal dari nilai rerata 30 tahunannya
(klimatologisnya). "Kecuali di Lampung bagian Barat, Jawa Timur, KalTeng
bagian Selatan, sebagian SulSel dan Sulteng, serta sebagian Nusa Tenggara masih
menunjukkan nilai dibawah rerata normal klimatologisnya" ucap Kepala BMKG
Andi Eka Sakya.
Daerah
dengan intensitas hujan tinggi menjadi daerah yang memiliki kerentanan terjadinya
longsor. Subandriyo dari PVMBG menegaskan Tahun 2014-2015 sudah terpasang 27
EWS Tanah Longsor di Indonesia oleh PVMBG. "Kami Berharap mitigasi gerakan
tanah salah satunya adalah menyusun peta zona gerakan tanah tingkat kabupaten,
pemasangan EWS di 34 provinsi dan perkiraan potensi kejadian gerakan tanah dan
banjir bulanan dapat langsung disampaikan ke Gubernur seluruh Indonesia yang
digunakan sebagai dasar awal mengambil kebijakan kesiapsiagaan banjir dan tanah
longsor" ucapnya.
Basarnas
juga menyatakan siap siaga dan selalu berkoordinasi dengan BPBD dalam
penanganan bencana, antara lain meningkatkan kesiapsiagaan SAR di 34 Kantor SAR
dan 65 Pos SAR di seluruh wilayah Indonesia.
Beberapa
BPBD Kabupaten/Kota telah menyusun rencana kontinjensi sebagai bentuk
kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan tanah longsor. Kesiapan menghadapi
bencana dimulai dari tingkat sekolah aman, peningkatan kapasitas relawan,
dukungan logistik dan peralatan, serta berbagai pelatihan untuk SDM yang perlu
terus ditingkatkan.
Untuk mendukung penanganan
darurat, BNPB menyiapkan Rp 150 milyar dari Dana Siap Pakai (DSP). Dalam
kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan longsor, Pemerintah Pusat dan
Daerah sepakat untuk melaksanakan hal-hal berikut ini:
1) Koordinasi
dan kerjasama antar lembaga, sesuai dengan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2012
tentang Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor dengan melibatkan
antara lain BMKG, Basarnas, Kementerian Sosial, Kementerian PU-Pera,
Kementerian Kesehatan, PVMBG;
2) Penyiapan
peta rawan bencana yang mengidentifikasi daerah-daerah potensial terjadi banjir
dan tanah Longsor;
3) Penyiapan
rencana kontinjensi tingkat provinsi, kabupaten/kota sebagai penjabaran dari
Rencana Kontinjensi Menghadapi Bahaya Banjir dan Tanah Longsor;
4) Sosialisasi
dan pelatihan geladi lapang kesiapsiagaan menghadapi banjir dan tanah longsor
kepada masyarakat;
5) Geladi
kesiapsiagaan banjir dan tanah longsor, melalui penggelaran sumberdaya di mana
jika terjadi kondisi darurat, agar semua sumberdaya yang sudah digelar dapat
segera digerakkan atau digunakan.
6) Penugasan
Satuan Reaksi Cepat untuk penyelamatan dan evakuasi korban serta melakukan kaji
cepat untuk melakukan penilaian kerusakan, serta kaji kebutuhan dan kajian
risiko;
7) Mengaktifkan
POSKO untuk merencanakan, memantau dan
mengendalikan operasi penanganan bencana/kedaruratan;
8) Pengerahan sumberdaya dengan mengutamakan sumberdaya dan
potensi lokal, termasuk unsur TNI,
POLRI, PMI, RAPI dan ORARI, dunia usaha, dan sumberdaya lainnya untuk mendukung
pelaksanaan operasi tanggap darurat;
9) Penyiapan
Sumberdaya Logistik dan Peralatan di setiap daerah guna mendekatkan kebutuhan
bantuan darurat dengan daerah-daerah rawan;
10) Diseminasi
informasi kepada masyarakat tentang perkembangan penanganan bencana;
11) Mengimplementasikan
sistem klaster nasional secara proporsional dalam penanggulangan bencana sesuai
dengan kebutuhan dalam menghadapi tanggap darurat bencana di daerah;
12) Mengaktivasi
sistem peringatan dini banjir dan tanah longsor (lokal) serta membangun
kesiapsiagaan masyarakat untuk merespon peringatan dini tersebut.