Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Harmonisasi Kesiapsiagaan Ancaman Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia

Dilihat 340 kali
Harmonisasi Kesiapsiagaan Ancaman Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia

Foto : Harmonisasi Kesiapsiagaan Ancaman Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia ()

JAKARTA - Kepala BNPB Willem Rampangilei membuka rapat koordinasi yang dihadiri oleh Kepala BPBD se-Indonesia dan Kementerian/Lembaga terkait antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, BMKG, Basarnas, PVMBG dan Polri di Graha BNPB, lantai 15, Jakarta (18/11). Kepala BNPB menyampaikan bahwa BNPB telah diminta untuk mengembangkan Early Warning System (EWS) banjir dan longsor di 40 kabupaten/kota dan masih perlu untuk terus dikembangkan kedepan. “Ancaman bencana tersebut perlu upaya pengurangan risiko bencana, pencegahan, dan kesiapsiagaan sebagai bentuk investasi untuk  mengurangi potensi dampak yang akan timbul akibat terjadinya bencana” ucap Willem. Saat ini merupakan waktu transisi perubahan musim dari kemarau ke musim hujan. Sebagian besar wilayah Indonesia menunjukkan peningkatan curah hujan terukur pada November Dasarian I. Sifat curah hujan di mayoritas wilayah telah menujukkan kondisi normal s/d atas normal dari nilai rerata 30 tahunannya (klimatologisnya). "Kecuali di Lampung bagian Barat, Jawa Timur, KalTeng bagian Selatan, sebagian SulSel dan Sulteng, serta sebagian Nusa Tenggara masih menunjukkan nilai dibawah rerata normal klimatologisnya" ucap Kepala BMKG Andi Eka Sakya. Daerah dengan intensitas hujan tinggi menjadi daerah yang memiliki kerentanan terjadinya longsor. Subandriyo dari PVMBG menegaskan Tahun 2014-2015 sudah terpasang 27 EWS Tanah Longsor di Indonesia oleh PVMBG. "Kami Berharap mitigasi gerakan tanah salah satunya adalah menyusun peta zona gerakan tanah tingkat kabupaten, pemasangan EWS di 34 provinsi dan perkiraan potensi kejadian gerakan tanah dan banjir bulanan dapat langsung disampaikan ke Gubernur seluruh Indonesia yang digunakan sebagai dasar awal mengambil kebijakan kesiapsiagaan banjir dan tanah longsor" ucapnya. Basarnas juga menyatakan siap siaga dan selalu berkoordinasi dengan BPBD dalam penanganan bencana, antara lain meningkatkan kesiapsiagaan SAR di 34 Kantor SAR dan 65 Pos SAR di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa BPBD Kabupaten/Kota telah menyusun rencana kontinjensi sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan tanah longsor. Kesiapan menghadapi bencana dimulai dari tingkat sekolah aman, peningkatan kapasitas relawan, dukungan logistik dan peralatan, serta berbagai pelatihan untuk SDM yang perlu terus ditingkatkan. Untuk mendukung penanganan darurat, BNPB menyiapkan Rp 150 milyar dari Dana Siap Pakai (DSP). Dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan longsor, Pemerintah Pusat dan Daerah sepakat untuk melaksanakan hal-hal berikut ini: 1)     Koordinasi dan kerjasama antar lembaga, sesuai dengan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2012 tentang Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor dengan melibatkan antara lain BMKG, Basarnas, Kementerian Sosial, Kementerian PU-Pera, Kementerian Kesehatan, PVMBG; 2)     Penyiapan peta rawan bencana yang mengidentifikasi daerah-daerah potensial terjadi banjir dan tanah Longsor; 3)     Penyiapan rencana kontinjensi tingkat provinsi, kabupaten/kota sebagai penjabaran dari Rencana Kontinjensi Menghadapi Bahaya Banjir dan Tanah Longsor; 4)     Sosialisasi dan pelatihan geladi lapang kesiapsiagaan menghadapi banjir dan tanah longsor kepada masyarakat; 5)     Geladi kesiapsiagaan banjir dan tanah longsor, melalui penggelaran sumberdaya di mana jika terjadi kondisi darurat, agar semua sumberdaya yang sudah digelar dapat segera digerakkan atau digunakan. 6)     Penugasan Satuan Reaksi Cepat untuk penyelamatan dan evakuasi korban serta melakukan kaji cepat untuk melakukan penilaian kerusakan, serta kaji kebutuhan dan kajian risiko; 7)     Mengaktifkan POSKO untuk merencanakan, memantau dan  mengendalikan operasi penanganan bencana/kedaruratan; 8)     Pengerahan  sumberdaya dengan mengutamakan sumberdaya dan potensi lokal, termasuk  unsur TNI, POLRI, PMI, RAPI dan ORARI, dunia usaha, dan sumberdaya lainnya untuk mendukung pelaksanaan operasi tanggap darurat; 9)     Penyiapan Sumberdaya Logistik dan Peralatan di setiap daerah guna mendekatkan kebutuhan bantuan darurat dengan daerah-daerah rawan; 10) Diseminasi informasi kepada masyarakat tentang perkembangan penanganan bencana; 11) Mengimplementasikan sistem klaster nasional secara proporsional dalam penanggulangan bencana sesuai dengan kebutuhan dalam menghadapi tanggap darurat bencana di daerah; 12) Mengaktivasi sistem peringatan dini banjir dan tanah longsor (lokal) serta membangun kesiapsiagaan masyarakat untuk merespon peringatan dini tersebut.
Penulis


BAGIKAN