Foto : Gladi Evakuasi Longsor Warga Kalisalak ()
MAGELANG - Sirene ambulans meraung-raung di sebuah dusun pada suatu sore yang diwarnai gerimis. Beberapa wanita terlihat berjalan cepat sambil menggandeng anak masing-masing. Sekumpulan pemuda mengarahkan mereka untuk segera menaiki ambulans. Sebagian lainnya membujuk seorang lelaki tua yang tidak mau meninggalkan dusun untuk segera bergabung dengan orang-orang yang sudah berada di ambulans puskesmas tersebut. Di tengah semua kegaduhan itu, sebuah suara dari speaker masjid terdengar mengingatkan masyarakat bahwa bahaya longsor akan terjadi.
Adegan di atas adalah bagian dari gladi evakuasi longsor yang dilakukan di Dusun Kalisalak, Desa Donomulyo, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Kegiatan yang digelar pada hari Sabtu, 6 Agustus 2016 tersebut merupakan bagian dari penerapan sistem peringatan dini gerakan tanah atau landslide early warning system (LEWS) yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Magelang merupakan salah satu dari 17 kabupaten/kota yang menerima bantuan penerapan LEWS dari BNPB pada tahun 2016 ini.
Dalam gladi tersebut, masyarakat dilatih untuk beraksi terhadap 3 (tiga) macam sirene yang disesuaikan dengan 3 (tiga) tingkat ancaman, yaitu saat ancaman longsor berstatus waspada, siaga, dan awas. Adapun LEWS yang dipasang terdiri dari 2 unit ekstensometer, 1 unit tiltmeter, 1 unit penakar hujan, 1 unit repeater, 1 unit sistem sirine/lampu peringatan, satu set server lokal dengan monitor, PC, dan tower antena penerima. Seluruh sensor dan repeater dilengkapi dengan sel surya, kotak panel dengan dry batteries dan controller dengan sistem telemetri menggunakan frekuensi radio (RF) yang tidak memerlukan biaya bulanan.
Target utama dari pemasangan sistem peringatan dini tersebut adalah untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana longsor khususnya pada daerah-daerah sasaran kegiatan ini. Penerapan sistem peringatan dini ini sejalan Kerangka Aksi Sendai 2015-2030 dalam 4 (empat) prioritas pengurangan risiko bencana, di mana prioritas keempat menekankan peningkatan kesiapsiagaan untuk dapat merespon bencana secara efektif, yaitu dengan menerapkan sistem peringatan dini sederhana yang berbiaya murah dan meningkatkan penyebarluasan informasi peringatan dini bencana alam di tingkat lokal dan nasional.
Sistem peringatan dini longsor tidak hanya berupa perangkat keras deteksi dini gerakan tanah, tetapi terdiri atas 7 (tujuh) komponen sub-sistem utama yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, yaitu (1) sosialisasi, (2) penilaian risiko, (3) pembentukan Tim Siaga Bencana di tingkat desa/dusun, (4) pembuatan peta dan rute evakuasi, (5) penyusunan prosedur tetap (protap) evakuasi, (6) pemantauan, peringatan dini, dan gladi evakuasi, dan (7) membangun komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan keseluruhan sistem. Ketujuh sub-sistem tersebut telah diterapkan di dusun berpenduduk 88 KK ini.
“Latihan seperti ini tidak cukup hanya sekali, harus dilakukan secara rutin dan terus menerus supaya kesiapsiagaan bapak dan ibu terhadap ancaman longsor meningkat”, tutur Medi Herlianto, Direktur Kesiapsiagaan BNPB, kepada masyarakat seusai kegiatan.
Pada kesempatan yang sama, KH Choirul Muna, anggota Komisi VIII DPR RI, juga menambahkan pesan kepada masyarakat dalam bahasa Jawa halus, ”Saya harap Bapak dan Ibu menjaga dengan baik alat-alat yang diberikan oleh BNPB. Jika ada orang yang memotong kabelnya, laporkan saja ya Pak, Bu.”
Penyelenggaraan gladi evakuasi juga dihadiri oleh Sujadi (Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang), Bagiyawngati (anggota DPRD Kabupaten Magelang), Kapolsek Secang, Danramil 05/Secang, jajaran Muspika Secang, serta jajaran pejabat Desa Donomulyo. Tim Mitigasi Bencana dari UGM yang dipimpin oleh Teuku Faisal Fathani dan Wahyu Wilopo juga hadir untuk memberikan penjelasan tentang cara kerja LEWS yang dipasang di lokasi tersebut.
(Direktorat Kesiapsiagaan BNPB)