Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Gereja Berperan dalam Menyikapi Ancaman Bahaya di Tengah Masyarakat

Dilihat 95 kali
Gereja Berperan dalam Menyikapi Ancaman Bahaya di Tengah Masyarakat

Foto : Letnan Kepala BNPB Jenderal TNI Dr. (H.C.) Doni Monardo dalam Konsultasi Nasional Huria Kristen Batak Protestant (HKBP) secara virtual pada Senin (17/5). (Istimewa)


JAKARTA – Bencana yang berdampak pada korban jiwa dan kerugian harta benda kerap terjadi di berbagai wilayah nusantara. Penanggulangan bencana tidak terlepas dari peran aktif pentaheliks, salah satunya unsur gereja bersama komunitasnya. 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Dr. (H.C.) Doni Monardo menyampaikan hal tersebut dalam Konsultasi Nasional Huria Kristen Batak Protestant (HKBP) secara virtual pada Senin (17/5). Menurut Doni dalam kolaborasi pentaheliks, gereja memiliki peran besar untuk meningkatkan kesadaran kolektif. 

Doni menekankan bahwa literasi kebencanaan sangat penting disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menyikapi setiap ancaman bahaya. Penyampaian pesan kebencanaan ini harus terus menerus diinformasikan gereja kepada masyarakat. Doni berharap HKBP tiada henti untuk menyampaikan informasi kebencanaan maupun menjaga harmoni dengan lingkungan setiap saat. 

Berbicara mengenai konteks Sumatera Utara, Doni menyampaikan bahwa provinsi ini memiliki berbagai potensi bahaya yang diklasterkan dalam bencana geologi dan vulkanologi, hidrometeorologi kering, hidrometeorologi basah dan bencana nonalam. Ia mengatakan bahwa hampir semua jenis bencana di Indonesia juga terdapat di Sumatera Utara. Misalnya bencana hidrometeorologi basah, Doni mengingatkan untuk selalu menjaga keserasian alam. 

“Kami berharap, setiap kali ada kegiatan HKBP dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat sehingga mereka dapat betul-betul memperhatikan aspek lingkungan,” pesannya.

Lebih lanjut, Doni yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan bahwa wilayah – wilayah yang berisiko tinggi dapat memperhatikan aspek lingkungan sehingga terhindar dari bencana, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin puting beliung. Doni mencontohkan untuk daerah seperti Kota Medan, Langkat dan Asahan. 

Di sisi lain, seperti konteks gempa bumi dan tsunami, Doni juga menjelaskan mengenai pentingnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan. Ia mengambil contoh potensi gempa dan tsunami yang dapat terjadi di Pulau Nias. Pulau ini pernah beberapa kali terdampak gempa dan tsunami yang merenggut korban jiwa dan harta benda. 

“Menyusun rencana kontinjensi,  rencana darurat apabila terjadi tsunami. Agar seluruh infrastruktur di Nias dan sekitar yang berisiko dapat mempersiapkan dengan baik,” katanya. 

Menurutnya gereja memiliki kekuatan untuk membangun komunitas dan masyarakat secara luas dalam membangun resiliensi dalam menghadapi bencana. Hal tersebut dapat diambil dan dipelajari dari pengalaman dan kearifan masyarakat setempat atau masyarakat lokal lain. 

Dalam paparannya, Doni juga mengingatkan untuk hidup harmoni dengan alam, salah satunya dengan penanaman pohon. Ia berpesan penanaman ini harus tumbuh dari kesadaran masyarakat. Melalui penanaman pohon, manusia tidak hanya mendapatkan berkah ekologi tetapi juga ekonomi. 

Ia menutup, HKBP diharapkan dapat menjadi penggerak dalam komunitas untuk kelestarian alam dan kepedulian terhadap kebencanaan, khususnya di Sumatera Utara. 



Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 

Penulis


BAGIKAN