Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Doni Monardo Apresiasi Upaya Testing dan Tracing di Lingkungan Kemenkumham

Dilihat 46 kali
Doni Monardo Apresiasi Upaya Testing dan Tracing di Lingkungan Kemenkumham

Foto : Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam sambutannya pada kegiatan Swab Test ASN Unit Utama Tahap II serta ASN UPT Permasyarakatan dan WBP pada Lapas/Rutan se-Jabodetabek di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, Jakarta, Kamis (26/11). (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Danung Arifin)


JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo memberikan apresiasi kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang telah menginisiasi tes usap atau Swab Test sebagai bentuk upaya penelusuran penyebaran dan penanganan COVID-19, bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kemkumham termasuk bagi para Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) se-Jabodetabek.

Adapun menurut Doni, upaya yang telah dilakukan Kemenkumham tersebut merupakan bagian dari arahan Presiden Joko Widodo untuk menegakkan rangkaian testing dan tracing secara masif dan agresif untuk kemudian dapat diambil langkah penanganan sedini mungkin. Sehingga penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dapat dicegah.

“Ini sesuai arahan bapak Presiden untuk melakukan testing dan tracing yang masif dan agresif,” ungkap Doni dalam sambutannya pada kegiatan Swab Test ASN Unit Utama Tahap II serta ASN UPT Permasyarakatan dan WBP pada Lapas/Rutan se-Jabodetabek di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, Jakarta, Kamis (26/11).

Lebih lanjut, Doni Monardo yang juga mengemban tugas sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menjelaskan bahwa saat ini sudah ada alat deteksi dini COVID-19 berupa tes cepat (rapid tes) berbasis antigen.

Melalui alat tersebut, COVID-19 secara efektif dapat terdeteksi dengan cepat melalui pengambilan sampel dari hidung. Hal itu juga lebih bagus apabila dibandingkan menggunakan dengan metode tes cepat antibodi.

Doni berharap, upaya testing dan tracing menggunakan alat rapid test berbasis antigen tersebut dapat dilakukan di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah.

“Mudah-murahan ini bisa diikuti oleh seluruh pihak yang lainnya, baik di pusat maupun di daerah,” ujar Doni.

Selanjutnya, Doni mengatakan bahwa penelusuran dan deteksi dini COVID-19 dengan metode swab tersebut juga dapat mengurangi risiko yang fatal dari setiap kasus yang ditemukan di tengah masyarakat.

Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, pasien terkonfirmasi positif COVID-19 tanpa gejala maupun bergejala ringan memiliki angka rata-rata kesembuhan 100 persen.

Kemudian bagi mereka yang bergejala ringan menuju ke gejala sedang, maka angka kematiannya berada pada rata-rata 2,4 persen. Sedangkan mereka yang masuk dalam fase gejala berat, maka probabilitas angka kematian adalah sebesar 6,5 persen dan dapat lebih buruk lagi apabila masuk pada fase kritis.

“Menjadi sangat fatal ketika memasuki fase kritis, angka kematian mencapai 67,5 persen,” jelas Doni.

Sehingga dalam hal ini, Doni melihat bahwa upaya yang dilakukan oleh Kemenkumham dalam melakukan upaya testing menjadi strategi yang baik. Sebab, masyarakat yang berada dalam naungan Kemenkumham seperti warga binaan di Lembaga Permasyarakatan menjadi rawan tertular, mengingat keterbatasan kapasitas ruangan.

“Oleh karenanya, upaya Kemenkumham untuk melakukan testing dengan metode swab antigen ini adalah suatu strategi yang sangat jitu. Apalagi kita ketahui bersama, Lembaga Permasyarakatan adalah tempat yang relatif sempit dan dihuni oleh lebih banyak warga binaan,” ungkap Doni.


Pemeriksaan yang Terlambat Berdampak Pada Kerugian Lebih Besar

Pada kesempatan yang sama, Doni Monardo juga mengingatkan bahwa apabila testing dan tracing terlambat dilakukan, maka hal itu akan menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi. Namun, hal itu tidak akan terjadi apabila upaya pemeriksaan dan penelusuran dilakukan secara masif dan agresif.

“Ini semuanya jauh lebih murah dibandingkan kita terlambat melakukan pemeriksaan.

Menurut Doni, kerugian tersebut tidak hanya dihitung dari sisi keselamatan jiwa manusia saja, melainkan juga dari sisi lain termasuk keuangan negara yang kemudian dipakai untuk penanganan lebih lanjut, bagi mereka yang terlambat mendapatkan pemeriksaan.

“Baik menyangkut keselamatan jiwa manusia, termasuk juga yang bisa mengakibatkan sumber daya keuangan negara tersedot,” jelas Doni.

Di sisi lain, meningkatnya jumlah pasien yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit juga menjadi ancaman bagi para tenaga medis. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah tenaga medis terbatas dan sudah banyak yang gugur akibat COVID-19.

“Angka pasien meningkat di rumah sakit, maka akan bisa mengakibatkan angka kematian dokter yang lebih tinggi,” jelas Doni.

Oleh sebab itu, Doni mengajak para masyarakat dan seluruh komponen agar mendukung penuh upaya memutus rantai penularan COVID-19 dengan disiplin menerapkan 3M. Dia meminta agar dokter menjadi benteng terakhir sedangkan masyarakat adalah ujung tombak dalam perang melawan COVID-19.

“Dokter tidak boleh menjadi ujung tombak. Dokter harus menjadi benteng terakhir bangsa kita. Siapa yang menjadi ujung tombak? Kita semua,” tegas Doni.

Lebih dari itu, Doni juga mengingatkan bahwa keselamatan masyarakat harus menjadi hukum yang tertinggi sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bersama Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Negara beberapa waktu lalu.

“Solus Populi Suprema Lex, hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat,” pungkas Doni.



Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB


Penulis


BAGIKAN