Dokter Reisa Ingatkan Ibadat Aman COVID-19 dengan Adaptasi Kebiasaan Baru
22 Jun 2020 14:13 WIB
Foto : (Dimas)
JAKARTA
– Setiap individu berharap dapat
beribadat bersama-sama setelah beberapa waktu harus menjalankannya melalui
daring. Namun, kegiatan bersama di tempat ibadat masih terbatas untuk wilayah
zona hijau dan zona kuning dengan syarat ketat.
Tim Komunikasi
Publik Gugus Tugas Nasional Reisa Broto Asmoro menyampaikan bahwa keputusan
tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo pada Selasa lalu (2/6). Keputusan
tersebut ditempuh setelah Presiden Joko Widodo dan wakilnya Kyai Haji Ma’ruf
Amin bertemu dengan delapan tokoh lintas agama di Istana Merdeka.
“Dalam
kesempatan tersebut, banyak masukan dari para tokoh lintas agama terkait
kesiapan penerapan prosedur kebiasaan baru di tempat-tempat ibadah,” ujar
Dokter Reisa saat konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional,
Jakarta, pada Minggu (21/6).
Zona kuning
merupakan zona yang mengindikasikan suatu wilayah administrasi dengan tingkat
risiko penularan COVID-19 rendah.
“Namun,
pemerintah mengimbau para jemaah untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru, menjalankan
protokol kesehatan karena penyebaran COVID-19 masih terjadi, pandemi masih
berlangsung,” kata Reisa.
Di samping
itu, Reisa juga menambahkan bahwa Gugus Tugas Nasional juga telah mendapatkan
masukan mengenai kesiapan organisasi keagamaan dalam memasuki masa adaptasi
kebiasaan baru.
“Perwakilan-perwakilan
dari organisasi keagamaan, semua sepakat untuk mengedepankan protokol kesehatan
dalam penyelenggaraan ibadah,” ujarnya.
Ia
mengatakan bahwa semua pemuka agama sangat berhati-hati, misalnya Konferensi
Waligereja Indonesia (KWI), masih mempersiapkan secara teliti dan ketat
penyelenggaraan ibadah di gereja. Begitu juga, dengan Persekutuan Gereja-Gereja
di Indonesia (PGI) dan organisasi umat nasrani lain.
“Perwakilan
umat Buddha Indonesia, atau Walubi masih melaksanakan ibadah secara daring.
Kebijakan yang juga diterapkan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
dan perwakilan Persib Parisada Hindu Dharma Indonesia atau PHDI,” lanjutnya.
Ia
menyampaikan bahwa semua pimpinan lintas agama berkomitmen pada tingkat
disiplin masyarakat yang perlu menjadi perhatian.
“Dewan
Masjid Indonesia dan PGI telah menegaskan, bahwa masjid dan gereja harus
menjadi pusat edukasi dan literasi,” sambungnya.
Ia
mencontohkan Dewan Masjid Indonesia (DMI), merujuk pada pesan Yusuf Kalla,
protokol kesehatan di masjid harus diterapkan, seperti jaga jarak minimal 1
meter antar Jemaah, pakai masker, pengurus ibadat wajib menyediakan fasilitas
cuci tangan serta menggunakan peralatan ibadah sendiri.
Sedangkan
adaptasi kebiasaan baru di gereja katolik, Reisa menyampaikan bahwa KWI
menerapkan disiplin protokol kesehatan, seperti cuci tangan, pakai masker dan
jaga jarak.
“Persiapan
tempat ibadah, edukasi umat, sarana prasarana, protokol internal pengelolaan,
dan protokol ibadat, dan lain-lain, dan sebelum melakukan kegiatan keagamaan,
Keuskupan harus lebih dahulu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah
untuk mengedepankan protokol kesehatan. Sehingga, dapat beribadah di rumah
ibadah dengan aman,” ucapnya.
Di sisi
lain, PGI terus mengimbau gereja-gereja untuk berkoordinasi dengan gugus tugas
lokal. Koordinasi tersebut bertujuan untuk mengetahui perkembangan status
kesehatan di wilayahnya.
Lebih
lanjut, Reisa mengatakan bahwa Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat
Edaran Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan
di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman COVID di Masa
Pandemi. Surat edaran ini menguatkan komitmen untuk berkomunikasi dan
berkoordinasi antara gugus tugas dan pengelola tempat ibadat, baik ini masjid,
gereja, pura, vihara maupun tempat ibadat lain.
Dokter Reisa
menegaskan bahwa wabah COVID-19 masih berlangsung. Ia mengatakan bahwa
peraturan dibuat untuk keselamatan semua masyarakat. Semua rumah ibadah
tentunya harus mengikutinya.
“Kita bisa
bersatu melawan COVID-19 ini jika kita bisa melakukannya bersama-sama,”
tutupnya.
Tim
Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional