Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Diskusi Membangun Sisnas untuk Ketangguhan Menghadapi Bencana

Dilihat 75 kali
Diskusi Membangun Sisnas untuk Ketangguhan Menghadapi Bencana

Foto : FGD tentang Membangun Sistem Nasional (Sisnas) Penanggulangan Bencana untuk Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana. (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Theophilus Yanuarto)


JAKARTA – Ditandai dengan peristiwa tsunami Aceh 2004, masyarakat Indonesia merintis penanggulangan bencana hingga penetapan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sejak saat itu, pengalaman dalam penanggulangan bencana di Tanah Air memberikan pembelajaran yang konstruktif untuk penanggulangan bencana yang lebih baik.

Konteks tersebut menjadi rujukan dalam diskusi dengan tema ‘Membangun Sistem Nasional (Sisnas) Penanggulangan Bencana untuk Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana.’ Diskusi dalam bentuk focus group discussion (FGD) secara virtual ini menghadirkan para narasumber yang berkecimpung dalam penanggulangan bencana di Indonesia, baik pemerintah, praktisi dan akademisi. 

FGD yang digelar pada hari ini, Rabu (10/2) bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para pelaku penanggulangan bencana di Indonesia. Materi diskusi yang dipaparkan dari sisi aspek sistem penanggulangan maupun subsistemnya. Subsistem penanggulangan bencana terdiri dari elemen perencanaan, kelembagaan, pendanaan dan regulasi. 

Salah satu narasumber FGD, Direktur Jenderal Bina Adwil Kementerian Dalam Negeri Safrizal menyampaikan mengenai kelembagaan penanggulangan bencana menjadi elemen penting. Hal tersebut dilatarbelakangi kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan. 

Menurutnya, gambaran besar kebencanaan terkait indeks risiko bencana Indonesia sangat dipengaruhi kondisi geografis dengan karakteristik kepulauan yang berada pada cincin api. Selain itu, distribusi penduduk yang tersebar di 2.952 pulau. 

“Tantangan geografis tersebut harus dijawab dengan solusi kelembagaan,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Udrekh yang menyampaikan rumusan diskusi, salah satunya yaitu aspek legislasi peran kementerian dan lembaga dalam penanggulangan bencana. 

“Pengaturan mekanisme koordinasi dengan pihak dalam penanggulangan bencana serta pemetaan dan harmonisasi peraturannya untuk menentukan connecting doors,” ujar Udrekh pada FGD virtual, Rabu (10/2).

Ia juga mengatakan, implementasi strategi penanggulangan bencana membutukan dukungan big data kebencanaan serta integrasi community based-program dari kementerian dan lembaga. Ini sangat penting karena kejadian bencana bersifat lokal. 

Hasil diskusi masih akan ditindaklanjuti dengan pembahasan selanjutnya. Di samping itu, ini akan menjawab tantangan kebencanaan yang bersifat komprehensif dan multidimensi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai penyelenggara diskusi berharap FGD akan memberikan masukan signifikan dalam upaya penangggulangan bencana yang lebih efektif.

Sisnas Penanggulangan Bencana perlu diformulasikan secara komprehensif dan inklusif, yaitu pelibatan berbagai pihak. BNPB memandang bahwa penanggulangan bencana adalah urusan bersama atau menyebutnya dengan keterlibatan pentaheliks. Pentaheliks ini terdiri dari pemerintah, pakar atau akademisi, lembaga usaha, masyarakat dan media massa. Pentaheliks tersebut bukan hanya suatu konsep tetapi ini harus operasional dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. 

FGD yang dibuka Plt. Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati mengatakan bahwa visi penanggulangan bencana ke depan yaitu mewujudkan Indonesia tangguh bencana untuk pembangunan berkelanjutan. Tangguh bermakna bahwa Indonesia mampu menahan, menekan dan melakukan secara efisien dalam pemulihan, seperti saat masyarakat Indonesia menghadapi bencana hidrometeorologi, geologi dan bahkan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. 

Sejak gempa dan tsunami Aceh yang terjadi pada 2004 lalu, Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara serius. Kejadian tersebut telah menjadi tonggak lahirnya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Selanjutnya ini diikuti dengan terbentuknya BNPB pada tahun 2008. Penguatan resiliensi bangsa Indonesia perlu terus dilakukan dan didukung oleh unsur pentaheliks penanggulangan bencana. 

Lebih dari 300 peserta dari unsur pentaheliks baik dari tingkat lokal maupun nasional bergabung dalam FGD rangkaian 13 tahun BNPB berkarya. 


FGD dapat diakses melalui Youtube pada tautan berikut 

https://www.youtube.com/watch?v=7dOpjliZaWc



Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 

Penulis


BAGIKAN