Cegah Karhutla, BNPB Minta BPBD untuk Lakukan Delapan Langkah Berikut Ini
24 Jul 2021 18:27 WIB
Foto : Peta Prakiraan Curah Hujan Agustus 2021 (BMKG)
JAKARTA – Setiap tahun wilayah Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di beberapa provinsi Sumatra dan Kalimantan. Potensi curah hujan rendah perlu disikapi secara serius oleh pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, sehingga karhutla dapat dicegah sejak dini.
Menghadapi kondisi cuaca pada Agustus hingga Oktober 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan kesiapsiagaan. Delapan langkah disampaikan secara tertulis BNPB kepada 34 BPBD provinsi untuk penanggulangan karhutla di masing-masing wilayah.
Pertama, BNPB meminta BPBD untuk melakukan pemantauan dan peninjauan lapangan atau ground-check bersama dinas-dinas terkait untuk mengantisipasi dan menangani terjadinya kekeringan serta potensi kebakaran hutan dan lahan.
Kedua, BPBD segera mengambil langkah-langkah penguatan kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat terkait ancaman kekeringan di daerah masing-masing, antara lain menyiapkan logistik dan peralatan seperti tangki air bersih, penyediaan pompa air di setiap kecamatan serta memprioritaskan pada wilayah yang terdampak kekeringan.
“Melakukan kampanye hemat air dengan memanen air hujan dan memanfaatkan air limbah rumah tangga yang relatif bersih untuk dapat digunakan Kembali,” kata Plt. Deputi Bidang Pencegahan BNPB Ir. Harmensyah, Dipl.S.E.,M.M. melalui surat yang ditujukan kepada kepala pelaksana BPBD provinsi per 22 Juli 2021.
Harmensyah menambahkan pada Langkah kedua ini, BPBD mengkoordinaiskan stakeholder terkait dalam penyiapan alternatif kebijakan pemenuhan kebutuhan air di masyarakat melalui penyiapan sumur bor dan pengaturan distribusi air.
Ketiga, BPBD mengambil langkah-langkah penguatan kesiapsiagaan pemerintah serta masyarakat terhadap ancaman kebakaran hutam dan lahan di daerah masing-masing. Kesiapsiagaan dapat dilakukan melalui pemantauan melalui sistem peringatan dini terkait kebakaran hutan dan lahan yang telah ada, seperti Sipalaga, Hot-spot Lapan dan Sistem Peringatan Karhutla.
Harmensyah menambahkan, kesiapsiagaan juga dilakukan melalui pengecekan serta penyiapan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran.
“Segera diperbaiki jika ada kelemahan atau kerusakan pada alat-alat tersebut,” pesannya.
Ia juga mengatakan, kesiapsiagaan dengan melakukan pengkoordinasian kesiapan mekanisme tanggap darurat atau penanggulangan bencana bersama dengan stakeholder daerah, upaya-upaya penguatan kesiapsiagaan masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi di media elektronik beserta informasi lain termasuk memasang papan informasi pelarangan membakar hutan dan hukumannya, serta menyiapkan, memperbarui dan menyimulasikan rencana kontingensi menghadapi ancaman bencana serta menyusun rencana operasi dengan melibatkan seluruh stakeholder setempat termasuk TNI dan Polri.
Keempat, BNPB meminta untuk meningkatkan usaha-usaha penegakan hukum kepada perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan secara ilegal.
Kelima, Pemerintah daerah melalui BPBD menyiapkan helpdesk atau call center atau pos pelaporan antisipasi dan pelayanan cepat penanggulangan bencana kekeringan dan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan serta mengembangkan sistem komunikasi serta informasi sampai ke lokasi rawan bencana.
Keenam, BPBD melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, mengikuti kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta tetap menjalankan segala peraturan pemerintah terkait percepatan penanganan Covid-19.
“Menginstruksikan stakeholder terkait untuk mengumpulkan data kasus OTG/terkonfirmasi serta rumah sakit yang berada di zona risiko tinggi ancaman bencana kekeringan dan asap untuk menyiapkan tempat khusus evakuasi bagi OTG/terkonfirmasi sehingga terpisah dengan masyarakat yang sehat,” ujarnya pada langkah ketujuh.
Terakhir, Harmensyah meminta BPBD untuk melakukan koordinasi penanganan darurat bencana dapat menghubungi Pusdalops PB BNPB melalui jaringan Komunikasi telepon, faksimili maupun Call Center 117.
Luas Wilayah Karhutla
Langkah-langkah pencegahan dan kesiapsiagaan tersebut perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah dalam menyikapi informasi peringatan dini potensi karhutla. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa sebagian wilayah Indonesia berpotensi mengalami Indeks Curah Hujan Rendah (CH < 100 mm) pada bulan Agustus hingga Oktober 2021.
Data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat akumulasi sementara luas karhutla 1 Januari hingga 30 Juni 2021 seluas 52.479 hektar. Luas karthula pada periode ini lebih tinggi dibandingkan luas karhutla pada periode yang sama pada 2020 lalu. Tercatat luas karthula periode Januari hingga Juni 2021 seluas 43.882. Pada Januari - Juni 2021 terdapat penambahan akumulasi luas karhutla sebesar 8.597 hektar atau 16,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020.
Luas terbakar pada periode 1 Januari hingga 30 Juni 2021 ini didominasi terbakarnya lahan mineral, yaitu seluas 33.313 hektar, sedangkan sisanya berada di lahan gambut.
Lima wilayah tertinggi yang teridentifikasi adanya karthula pada lahan mineral yaitu di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan 13.131 hektar, Nusa Tenggara Barat 5.762, Kalimantan Barat 3.174, Kepulauan Riau 1.490 dan Papua 1.428.
Sedangkan lima wilayah tertinggi karhutla di lahan gambut berada di Kalimantan Barat dengan 11.570 hektar, Riau 6.156, Kalimantan Tengah 530, Aceh 304 dan Sumatera Utara 286.
Pada periode Juni 2021, karthula lahan mineral masih lebih tinggi dibandingkan lahan gambut. KLHK mencatat rekapitulasi sementara luas karhtula pada periode 1 – 30 Juni 2021 seluas 17.661 hektar, dengan rincian karhutla lahan mineral 17.375 hektar dan gambut 286.
Abdul Muhari, Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB