Capaian Vaksinasi di NTB Kurang Optimal, Kendala Utamanya Kurang Vaksinator
28 Okt 2022 17:52 WIB
Foto : Proses pemberian vaksinasi pada hewan ternak oleh petugas di Dasan Cermen, Mataram, Selasa (25/10). (Lia Agustina - Bidang Komunikasi Kebencanaan)
MATARAM - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak telah menyebar secara masif di Indonesia. Meskipun bukan penyakit yang menyerang langsung ke manusia, dampaknya sangat berpengaruh bagi roda perekonomian negara.
Sejak awal merebaknya virus PMK, Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk salah satu provinsi dengan tingkat penyebaran yang tinggi. Dari data soal perkembangan kasus PMK di NTB sejak 17 Mei – 24 Oktober 2022, diketahui jumlah populasi sapi dan kerbau sebanyak 1.440.661 ekor. Jumlah hewan ternak yang tertular PMK sebanyak 105.917 ekor, yang terbagi di 8 kabupaten/ kota di NTB. Sebanyak 101.040 ekor di antaranya sembuh, 4.393 ekor masih sakit, 234 ekor mati, dan 250 ekor dipotong bersyarat.
Di Kabupaten Lombok Barat, Satgas PMK setempat sudah melakukan vaksinasi dengan 2 jenis vaksin, yakni aftofor sebanyak 34.000 dan aftomon 20.500. Distribusi vaksin sudah mencapai 100% dengan total sebanyak 54.500 dosis. Namun jika dilihat dari total populasi sapi dan kerbau sebanyak 126.702, capaian vaksin baru menyentuh angka 38 %. Rencananya, akan dilakukan vaksinasi lagi dengan jenis vaksin aftosa.
Dari hasil Monitoring dan Evaluasi Satgas PMK Nasional di Lombok Barat pada 24-26 Oktober 2022, ditemukan beberapa kendala yang menyebabkan capaian vaksinasi belum maksimal. Kendala tersebut disampaikan oleh drh. I Nyoman Rai Indriani, selaku dokter di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Barat, “Kendalanya ya kesadaran masyarakat yang masih rendah. Kedua kasus kematian kemarin yang tidak terlaporkan sehingga berpengaruh kepada data populasi. Populasi menurun tapi tidak terdata.”
Selain kendala terkait vaksinasi, ditemukan juga beberapa kendala dalam penerapan 5 strategi pencegahan penularan PMK di NTB, khususnya di Lombok Barat. Tak hanya kekurangan vaksinator, Satgas PMK Lombok Barat juga kekurangan tenaga kesehatan untuk mengobati hewan terjangkit PMK. Namun, Satgas PMK tetap berusaha melakukan pengobatan secara optimal dengan distribusi obat dari pusat sebanyak 16.567 dari total ternak yang sakit sebanyak 16.589.
Selain Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas, mereka juga kekurangan wadah pendingin yang proper untuk menyimpan vaksin. Selama ini, penyimpanan aksin hanya menggunakan kulkas saja.
Terkait pendistribusian eartag, Lombok Barat telah menerima eartag sebanyak 48.000 unit dari pusat. Namun, jumlah yang telah direalisasikan pada hewan ternak baru mencapai 200 unit.
Dari temuan di lapangan dapat disimpulkan, Satgas PMK setempat masih kurang berkoordinasi dengan unsur TNI/Polri di tingkat kabupaten. Para personel TNI/Polri kurang dilibatkan sebagai tenaga vaksinator untuk mempercepat proses vaksinasi.
Untuk meningkatkan cakupan vaksinasi, biosecurity, dan pemasangan eartag, Dinas yg membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan di Provinsi NTB perlu mengoptimalkan peran serta dari seluruh komponen satgas PMK daerah baik tenaga teknis dokter hewan, sarjana peternakan, paramedik, inseminator, penyuluh peternakan, komponen TNI dan Polri.
Hal itu disampaikan oleh Dr. Drh. Mujiatun, MSi. Sub Koordinator Hewan Impor, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian.
Ia juga menegaskan, perlu direncanakan penganggaran yg lebih detail dan komprehensif oleh Ketua Satgas Daeran Provinsi NTB baik dr APBD maupun APBN dalam rangka memfasilitasi keterlibatan seluruh komponen Satgas Daerah sehingga pemberantasan PMK lebih cepat, efektif, dan efisien.
Abdul Muhari, Ph.D.
Kabid Komunikasi Publik Satgas PMK