BNPB Dukung Upaya Optimalisasi dan Sinkronisasi Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD se-Jawa Barat
10 Feb 2022 13:59 WIB
Foto : Rapat Koordinasi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB bersama BPBD se-Jawa Barat di Bandung, pada hari ini, Kamis (10/2). Kegiatan ini diikuti lebih dari 50 peserta secara luring maupun daring.. (Tasril Mulyadi / Direktorat Kesiapsiagaan BNPB)
JAKARTA – Bencana hidrometeorologi basah pada tahun 2021 lalu, seperti banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem, masih dominan terjadi di wilayah Provinsi Jawa Barat. Kondisi ini membutuhkan upaya optimal dan singkronisasi pada program pencegahan dan kesiapsiagaan.
Upaya tersebut mendapatkan dukungan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mendukung penanggulangan bencana di provinsi tersebut. Pada rapat koordinasi antar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) se-Jawa Barat pada hari ini, Kamis (10/2), Deputi Bidang Pencegahan BNPB Dra. Prasinta Dewi, M.A.P menyampaikan, BNPB telah menyusun Kajian Risiko Bencana (KRB) 2020.
KRB itu dilakukan dengan melakukan perhitungan pada komponen bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity) di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
Penyusunan kajian tersebut juga bertujuan untuk membangun sinergi lintas sektor yang ada di provinsi, kabupaten dan kota, khususnya di wilayah Provinsi Jawa Barat dalam menjalankan program-program pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Barat Dani Ramdan menyampaikan program utama pencegahan dan kesiapsigaan tahun 2022 ini difokuskan membangun desa tangguh bencana (destana) dengan meningkatkan jumlah destana, penerapan satuan pendidikan aman bencana (SPAB) dengan berkolaborasi dan berjejaring dengan Pramuka dan PMI.
Ia menambahkan saat ini dari 27 wilayah administrasi di tingkat kabupaten dan kota sudah ada 19 daerah yang telah menyusun KRB. Di tingkat provinsi, penyusunan KRB baru saja selesai pada tahun 2021 sehingga perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana (RPB) pada tahun ini.
Pada kesempatan sesi pleno pertama Direktur Peringatan Dini BNPB Afrial Rosya menyampaikan perlu adanya perubahan paradigma peringatan dini yang saat ini kita pahami dari semula early warning menjadi early action.
"Secara konsep sub sistem peringatan dini berbasis masyarakat terbagi ke dalam 4 komponen, antara lain pengetahuan risiko, pemantauan dan layanan, penyebarluasan informasi dan komunikasi, kemampuan respons masyarakat,” Jelas Afrial.
Terkait dengan destana dan keluarga tangguh bencana (katana), Firza Ghozalba, Analis kebijakan ahli madya Direktorat Kesiapsiagaan BNPB menyampaikan dalam paparannya, upaya pencegahan, mitigas dan kesiapsiagaan sama sekali tidak menghilangkan risiko tetapi mengurangi risiko bencana. Destana menjadi jembatan dari instrumen dan infrastruktur yang telah disiapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk masyarakat di lokasi rawan bencana.
“Destana dalam perka BNPB Nomor 1 Tahun 2012 adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak – dampak bencana yang merugikan,” jelas Firza.
Mengakhiri sesi pleno, Prasinta menyampaikan, kolaborasi antar pemangku kepentingan perlu ditingkatkan dalam hal ini kedeputian bidang pencegahan beserta unit teknis di bawahnya akan terus bersinergi dengan BPBD di tingkat provinsi, kabupaten dan kota se- Jawa Barat.
Rapat Koordinasi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Tahun 2022 berlangsung selama dua hari dari tanggal 10-11Februari 2022 dengan menghadirkan narasumber dari kedeputian bidang pencegahan dan kedeputian bidang sistem dan strategi. Kegiatan ini diikuti lebih dari 50 peserta secara luring maupun daring.
Abdul Muhari, Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB