BNPB ajak Akademisi dan Pelaku kebencanaan Diskusikan Sisnas PB
25 Mei 2021 16:30 WIB
Foto : Kegitan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Rancang Bangun Sistem Nasional Penanggulangan Bencana yang diselenggarakan oleh Direktorat Sistem Penanggulangan Bencana BNPB di Surabaya, Selasa (25/5). (Direktorat Sistem PB BNPB)
SURABAYA – BNPB mengajak akademisi dan pelaku kebencanaan untuk mendiskusikan sistem nasional penanggulangan bencana (Sisnas PB). Diskusi tersebut dikemas melalui focus group discussion (FGD) penyusunan rancang bangun Sisnas PB.
Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Dr. Ir. Udrekh, S.E., M.M. menyampaikan bahwa pemahaman sistem PB secara komprehensif sebagai acuan bersama diperlukan masukan dari seluruh pelaku kebencanaan.
“Kegiatan ini menjadi sangat penting untuk mendiskusikan konsep sistem penanggulangan bencana yang saat ini sudah berjalan berdasarkan pengalaman baik dari pemerintah dan akademisi,” ujar Udrekh dalam FGD di Surabaya pada Selasa (25/5).
Kegiatan FGD dimulai dengan pemaparan konsepsi sistem penanggulangan bencana dari waktu ke waktu yang ada di nasional. Mohd Robi Amri, M.Si, Perencana Ahli Madya BNPB, menyampaikan bahwa dalam perumusan sisnas PB tidak akan memulai dari nol.
“Kita dapat memanfaatkan kajian berdasarkan keilmuan yang sudah ada. Tujuan pelaksanaan FGD ini adalah mendapatkan masukan dan perspektif awal terkait rumusan kerangka sisnas PB, pola kolaborasi dalam tatakelola PB, pola dan mekanisme penyelengaraan PB, dan pola pengembangan kapasitas PB,” ujar Robi.
Dalam kegiatan FGD ini turut hadir juga narasumber utama Kepala BNPB periode 2008-2015, Prof. Dr. Syamsul Ma'arif, M.Si. Beliau menyampaikan materi tentang Sistem Manajemen Bencana dan Revolusi Industri 4.0/Society 5.0 di Era COVID-19. Syamsul Maarif dalam paparan menyampaikan dalam sistem penanggulangan bencana di Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi yaitu kurangnya pengetahuan dan kesiapsiagaan, infrastruktur yang tidak aman gempa, sistem informasi dan EWS yang kurang baik, kolaborasi multipihak yang masih lemah, dan tata ruang yang tidak menyesuaikan zona bencana.
“EWS berbasis masyarakat menjadi penting untuk menimbulkan kesadaran dan budaya sadar bencana,” tambah Syamsul.
Sementara itu, dalam pengembangan sistem penanggulangan bencana harus dapat menjawab target global Sendai Framework for Disaster Risk Reduction yaitu menurunkan jumlah kematian, masyarakat terdampak, kerugian ekonomi, dan kerusakan infrastruktur kritis akibat bencana.
Sedangkan pada konteks aksi prioritas, beberapa hal yang menjadi penekanan adalah pemahaman risiko bencana, penguatan lembaga untuk pengurangan risiko bencana, investasi PRB untuk ketangguhan dan penyiapan kesiapsiagaan untuk respon yang efektif dalam bencana.
Sistem kebencanaan ini adalah sistem kebencanaan untuk keseluruhan, di dalamya harus ada subsistem anggaran agar dapat diimplementasikan.
FGD ini dihadiri BPBD Provinsi Jawa Timur, Forum PRB Jawa Timur, Pusat Penelitian dan Pelatihan Indonesia Tangguh (PUSPPITA), IABI Provinsi Jawa Timur dan perwakilan Pusat Studi Bencana dari perguruan tinggi di Jawa Timur.
Dr. Raditya Jati
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB