Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Beragam Faktor Pemicu Bencana Longsor Sumedang Awal Januari

Dilihat 207 kali
Beragam Faktor Pemicu Bencana Longsor Sumedang Awal Januari

Foto : tanah longsor Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada 9 Januari 2021 lalu (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Theophilus)


JAKARTA – Beberapa faktor alam dan nonalam menjadi pemicu bencana tanah longsor Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada 9 Januari 2021 lalu. Bencana ini mengakibatkan 40 korban jiwa dan sejumlah bangunan rumah rusak berat.


Hal tersebut disampaikan beberapa narasumber dalam webinar pembelajaran tanah longsor Cihanjuang pada Rabu (3/2). Faktor terjadinya tanah longsor dipicu oleh cuaca, kondisi geologi dan pemanfaatan lahan. 


Berdasarkan analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tanah longsor terjadi saat kondisi hujan cukup lebat di wilayah tersebut. Hasil pemantauan cuaca menunjukkan pertumbuhan awan hujan cukup intens satu hingga dua jam sebelum terjadi tanah longsor. Fenomena cuaca ini memicu hujan sangat lebat dalam waktu singkat. 


Di samping itu, Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Pusat, Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Agus Budiarto menjelaskan, peristiwa tanah longsor Cihanjuang tidak terlepas dari kondisi geologi wilayah tersebut. Hasil kajian yang dilakukan oleh timnya, kawasan Cimanggung merupakan zona kerentanan Gerakan tanah pada kategori sedang hingga tinggi. 

 

“Daerah terdampak merupakan wilayah yang mudah terinfiltrasi air, kemudian adanya indikasi tanah-tanah urukan di beberapa lokasi,” ujar Agus dalam webinar, Rabu (3/2). 


Ia menambahkan, lokasi kejadian merupakan morfologi tapal kuda dan merupakan indikator alur air, dimana drainase pemukiman mengarah di kawasan longsor. Tebalnya lapisan tanah lolos air serta kondisi lereng yang minim vegetasi berakar kuat membuat potensi risiko tanah longsor menjadi semakin tinggi.


Wilayah terdampak tanah longsor di Cimanggung termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Hasil pemantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menunjukan bahwa hingga tahun 2020 telah terjadi perubahan lahan yang beragam dari tegalan, lahan basah hingga permukiman. 


Sehubungan dengan kelayakan pembangunan permukiman di suatu wilayah dilihat dari daya dukung dan daya tampung lingkungan, deskripsi zona lingkungan hidup menjadi penting, sehubungnan dengan indikator-indikator yang perlu dikaji, seperti geologi, biologi, sosio-ekonomi. Lebih jauh, pemantauan pelaksanaan monitoring kajian lingkungan perlu untuk dilakukan agar bisa dilihat potensi-potensi penurunan daya dukung lingkungan seiring berjalannya waktu.


Kepala Subdirektorat Audit Lingkungan Hidup dan Data Informasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Esther Simon mengatakan bahwa sering sekali pelaku usaha tidak membuat laporan dan kurang memperhatikan rekomendasi kajian lingkungan pada tahap konstruksi dan paska konstruksi. 


Sementara itu, untuk mencegah atau memitigasi potensi tanah longsor di masa yang akan datang, beberapa pendekatan dapat dilakukan secara bersama. Pakar Geoteknik Universitas Gadjah Mada Teuku Faizal Fathani mengatakan, penanganan tanah longsor dapat dilakukan dengan dua metode. Kedua metode ini yaitu metode kontrol dan perkuatan. 


“Masalah utama yang dihadapi biasanya adalah penataan air, drainase harus dalam kondisi kedap,” ujarnya. 


Sedangkan metode lain, Fathani menambahkan metode Bioengineering. Metode ini memanfaatkan vegetasi sebagai pengendali erosi. Vegetasi dengan rumput vetiver dikombinasikan dengan geonet, cocomesh dan bahan sejenis.


Selain itu, ia menekankan pada edukasi masyarakat. Upaya tersebut harus dilakukan terus menerus agar masyarakat menjadi responder pertama saat kejadian bencana terjadi. Serta, kajian lebih detail yang dapat dilakukan, seperti pemodelan longsor.


“Indonesia mampu melakukan kajian advanced dalam pemodelan longsor,” imbuhnya.


Pascalongsor, langkah pemulihan dengan prinsip membangun lebih baik dan lebih aman menjadi perhatian pemerintah daerah. Berdasarkan BPBD Kabupaten Sumedang, sebanyak 131 keluarga yang harus direlokasi untuk menghindari potensi bencana tanah longsor di masa mendatang.



Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 

Penulis


BAGIKAN