Bencana di Tengah Bencana, Kesiapsiagaan dari Individu dan Komunitas
13 Okt 2020 22:25 WIB
Foto : (Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB)
JAKARTA – Diskusi internasional menjadi bagian dari rangkaian Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang diselenggarakan pada tahun 2020 ini. Topik yang diangkat mengenai pendekatan terhadap potensi multibahaya di tengah pandemi Covid-19.
Topik tersebut menjadi isu bersama tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia karena penyebaran virus SARS-CoV-2 masih terus menginfeksi sejumlah populasi di dunia. Di saat yang sama potensi bahaya geologi dan hidrometeorologi dapat saja terjadi sehingga masyarakat menjadi lebih rentan terhadap ancaman bahaya tersebut.
Salah satu sintesis diskusi menyebutkan bahwa perlu peningkatan kapasitas individu dan komunitas melalui pemberdayaan masyarakat serta pendidikan tentang bahaya, seperti informasi mengenai Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Manajer Program WHO South East Asia Regional Office Nilesh Buddha pada diskusi internasional secara virtual, Senin (12/10), penguatan kesiapsiagaan di wilayah yang dengan risiko tinggi dan pelibatan komunitas dan bekerja sama dengan masyarakat sipil.
Penyebaran Covid-19 dengan sangat mudah dapat menjadikan kerentanan yang lebih tinggi pada saat suatu populasi terdampak bencana. Oleh karena itu, protokol untuk manajemen krisis Covid-19 dan bencana alam menjadi upaya yang harus dipastikan, seperti menjaga jarak, pemeriksaan suhu tubuh, pembuatan database pelacakan penyintas atau pengujian setelah evakuasi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan sangat penting untuk dimulai dari individu, keluarga dan komunitas.
Belajar dari pengalaman Filipina, Peneliti dari Universitas De La Salle Marlon de Luna Era mengatakan bahwa konteks di negaranya, kurangnya tempat evakuasi akan berdampak pada kesiapsiagaandan dan response di masa depan.
Di sisi lain, peringatan dini sangat dibutuhkan dalam menyikapi kondisi yang dapat menuju kerentanan tinggi, khususnya dengan adanya Covid-19. Peringatan dini tersebut dibutuhkan untuk masyarakat dalam mempersiapkan diri dalam melakukan evakuasi.
Terkait dengan isu global pandemi Covid-19, pendekatan holistik dibutuhkan yang terintegrasi dalam siklus dan setiap fase penangulangan bencana. Sedangkan perwakilan dari Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana wilayah Asia-Pasifik Animesh Kumar, risiko dapat terjadi secara simultan atau saling berkaitan.
Sementara itu, beberapa narasumber menekankan pada tata kelola pengurangan risiko bencana dengan pelibatan berbagai pihak, seperti berkoordinasi dan dukungan ilmu pengetahuan. Pelibatan pihak tersebut baik dilakukan di tingkat lokal, nasional, regional hingga internasional.
Dalam konteks Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selalu mendorong keterlibatan dan sinergi pentaheliks dalam menghadapi bencana. Pentaheliks tersebut terdiri atas pemerintah, akademisi atau pakar, lembaga usaha, masyarakat dan media massa.
Peringatan Bulan PRB pada tahun ini, BNPB mengangkat tema utama ‘Daerah Punya Aksi dalam Pengurangan Risiko Bencana.’ Pada sesi diskusi internasional yang berlangsung secara virtual, Senin (12/10) menghadirkan pembicara utama Prof. Dwikorita Karnawati, moderator sesi Harkunti P. Rahayu, Ph.D dan Riyanti Djalante, Ph.D, serta narasumber dari beberapa negara, yaitu Dr. Nilesh Buddha, David Coetzee, Necephor Mghendi, Prof. Taro Arikawa, Animesh Kumar, Prof. Dilanti Amaratunga, Dr. Marlon de Luna Era dan Prof. Ruben Paul Borg.
Puncak acara Peringatan Bulan PRB diselenggarakan pada Selasa (13/10) di Graha BNPB dengan menerapkan protokol kesehatan. Penyelenggaraan ini bersamaan dengan komunitas internasional yang memperingati Hari Pengurangan Risiko Bencana.
Dr. Raditya Jati
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Facebook : @InfoBencanaBNPB
Twitter : @BNPB_Indonesia
Instagram : @bnpb_indonesia
Youtube : BNPB Indonesia