Antispasi Ancaman La Nina, Doni: Mitigasi Nonstruktural Paling Penting
21 Okt 2020 03:07 WIB
Foto : Kunjungan Kepala BNPB Doni Monardo di Telaga Saat 0 Km di Kabupaten Bogor pada Selasa, 19 Oktober 2020. (Ranti Kartikaningrum)
BOGOR - Fenomena La Nina yang terjadi pada periode awal musim hujan berpotensi meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor.
Merespons situasi tersebut, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan, yang paling penting dalam mitigasi adalah mitigasi nonstruktural. Secara khusus, Doni menekankan pada aspek perilaku dalam menjaga lingkungan.
“Dan kalau kita sudah mempersiapkan diri dengan memperhatikan masalah perilaku, menjaga lingkungan dan juga mengantisipasi dengan kesiapsiagaan. Ini akan bisa mengurangi risiko,” ujar Doni pada Selasa (20/10) di Telaga Saat, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Ia menambahkan bahwa dengan menjaga alam, masyarakat dapat menghindari risiko terjadinya korban jiwa.
Menurutnya, BNPB telah melihat adanya upaya positif yang dilakukan oleh banyak pimpinan di daerah. Tak hanya itu, mereka telah melibatkan banyak komponen dalam mitigasi bencana, seperti dalam merespon informasi curah hujan tinggi untuk disampaikan kepada masyarakat.
“Mengingatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai untuk mengikuti informasi dari hulu,” kata Doni yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19.
Harapannya, informasi tadi ditindaklanjuti oleh masyarakat yang tingga di sekitar hulu sehingga mereka dapat mengantisipasi dengan melakukan evakuasi dini.
“Nah ketika prosedur ini dilakukan, ketika banjir atau banjir bandang tiba, masyarakat akan selamat,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin sependapat dengan upaya mitigasi. Ia mengatakan bahwa mitigasi bencana ini penting dilakukan di wilayahknya karena kontur wilayah Kabupaten Bogor yang berbukit-bukit.
“Setiap wilayah berbeda konturnya jadi ada yang rapuh. Jadi kita sisir dulu yang rapuh. Jangan sampai terjadi lagi bencana seperti di awal tahun 2020. Jadi mitigasi ini tidak hanya mengandalkan BPBD ataupun lembaga-lembaga yang resmi tetapi masyarakat pun diminta untuk turun tangan menangani mitigasi ini,” kata Ade.
Ia mengimbau semua pihak di wilayahnya untuk terlibat dalam menjaga dan merawat alam. Ade mencontohkan upaya yang harus dilakukan seperti tidak mudah menebang pohon atau mengalihfungsikan lahan.
“Dan jangan terlalu mudah juga mengalih fungsikan, hutan menjadi, walaupun itu menjadi kebun, atau pun menjadi ladang. Tetapi kalau ini merusak, ini sebaiknya segera diwaspadai. Jadi kita butuh turun tangan masyarakat, melalui kepala desa dan para RT-RW untuk memberikan, pemahaman kepada masyarakat bahayanya itu, tidak hanya buat mereka untuk ke bawah apalagi masyarakat yang berada di dataran paling bawah juga,” pesan Bupati.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat untuk periode 18 hingga 24 Oktober 2020 ini, Provinsi Jawa Barat termasuk wilayah yang berpotensi terjadi peningkatan curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat atau petir serta angin kencang.
BNPB meminta masyarakat untuk waspada dan siap siaga, khususnya di wilayah-wilayah yang telah memasuki musim hujan dan terpengaruh fenomena La Nina. Kesiapsiagaan harus dimulai dalam diri sendiri dan keluarga sehingga masyarakat dapat terhindar dari risiko bahaya yang lebih besar. Sebelumnya BNPB telah menyampaikan surat edaran kepada BPBD di seluruh provinsi untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi.
Dr. Raditya Jati
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB