Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Kampanyekan Pengurangan Risiko Bencana, BNPB Gandeng Komunitas Katolik Susun Buku Renungan Kebencanaan

Dilihat 55 kali
Kampanyekan Pengurangan Risiko Bencana, BNPB Gandeng Komunitas Katolik Susun Buku Renungan Kebencanaan

Foto : Narasumber Rapat Finalisasi Penyusunan Buku Renungan Kebencanaan versi Agama Katolik. (BNPB)


SURABAYA-Penanganan bencana pada setiap fasenya, mulai dari pencegahan, tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja, baik itu pemerintah pusat ataupun daerah. Perlu adanya kolaborasi antar pihak, untuk dapat menangani bencana dengan baik.


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendorong keterlibatan dan sinergi pentaheliks dalam menghadapi bencana. Pentaheliks tersebut terdiri atas pemerintah, akademisi atau pakar, lembaga usaha, masyarakat atau komunitas dan media massa.


Peran masyarakat ataupun komunitas sangat penting dalam membantu percepatan penanganan, komunitas dapat menjadi ujung tombak dalam penanggulangan bencana.


Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan menyampaikan, BNPB bersama Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) dan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya menyusun buku yang berjudul “Buku Renungan Kebencanaan” versi Agama Katolik. 


“BNPB menggandeng IABI, Unika Widya Mandala Surabaya, akademisi, uskup dan romo untuk menyusun Buku Renungan Kebencanaan versi Agama Katolik. Setelah sebelumnya pada tahun 2019 telah menerbitkan buku Khutbah Kebencanaan versi Agama Islam,” ucap Lilik saat Finalisasi Penyusunan Buku Renungan Kebencanaan versi Agama Katolik di Surabaya, Senin (26/10).


Lebih lanjut ia mengungkapkan, buku renungan ini merupakan bagian dari pembentukan rumah ibadah tangguh bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.


“Rumah ibadah merupakan salah satu dari tujuh obyek ketangguhan yang terdiri dari tiga pilar yaitu pilar pertama merupakan menyiapkan fasilitas tempat ibadah aman, pilar kedua membuat sistem manajemen bencana tempat ibadah, dan pilar ketiga menyiapkan pendidikan pengurangan risiko bencana. Buku Renungan ini masuk ke dalam pilar ketiga” ungkapnya.


Sementara itu Syamsul Maarif selaku Dewan Pembina IABI menyatakan, edukasi melalui pemuka agama khususnya yang berkecimpung langsung dalam dunia pendidikan akan lebih tepat sasaran dan menyentuh masyarakat. 


“Mainstreaming disaster risk reduction (pengurangan risiko bencana) sudah kita dengar sejak lama. Namun apa hasilnya? Hingga saat ini di Indonesia, anggaran pencegahan bencana masih sangat minim. Untuk itu diperlukan kerjasama semua pihak terutama tokoh keagamaan untuk mengedukasi masyarakat secara massif, sehingga tujuan dari mainstreaming disaster risk reduction itu tercapai,” kata Syamsul.


Sementara itu Rektor Unika Widya Mandala Surabaya Kuncoro, menjelaskan buku ini disebut buku Renungan dengan maksud agar materi yang terdapat di dalam buku ini dapat disampaikan oleh siapa saja, tidak harus pemuka agama Katolik. Buku renungan ini berisi kumpulan materi renungan pra bencana, saat bencana, dan paska bencana


“Buku ini disebut sebagai buku renungan bukan buku khotbah karena kami ingin materi yang terkandung didalamnya dapat disampaikan oleh berbagai pihak. Dalam agama Katolik, hanya peng-khotbah lah yang boleh menyampaikan khotbah, tidak bisa sembarang orang. Sementara renungan lebih fleksibel. Istilah-istilah Pengurangan Risiko Bencana menjadi nomenklatur dalam naskah-naskah renungan ini dan dibagi ke dalam tiga fase kebencanaan (pra, saat, dan paska)” ujar Kuncoro.


Jika selama ini pengurangan risiko bencana hanya dipandang dari sisi ilmiah, maka inilah saatnya kita memperkuat sudut pandang pengurangan risiko bencana dari sisi Ilahiyyah. Sehingga lima unsur ketangguhan yaitu akses informasi, antisipasi, proteksi, adaptasi, dan pemulihan secara ekonomi dan spiritual dapat tercapai.



Dr. Raditya Jati

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 

Penulis


BAGIKAN