Tantangan Pengobatan Penderita ODHA di Tengah Pandemi COVID-19
10 Jul 2020 18:39 WIB
Foto : Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan RI dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes pada dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Kamis (9/7). (KOMBEN BNPB/Dume Sinaga)
JAKARTA – Pada masa pandemi seperti saat ini, ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) menjadi salah satu kelompok yang bersiko tinggi terhadap COVID-19. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan RI dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes mengungkapkan dampak yang paling terasa adalah pengobatan terhadap HIV/AIDS.
“Dampak terhadap jumlah pengobatan terhadap HIV/AIDS, tidak semuanya menurun. Ada yang stabil, tapi ada juga yang menurun,” ungkap Wiendra pada dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Kamis (9/7).
Wiendra menjelaskan bahwa penurunan terhadap jumlah pengobatan ini terjadi karena selama masa pandemi COVID-19, obat antiretroviral atau ARV diberikan langsung untuk satu hingga tiga bulan. Namun pemberian obat ini juga harus memperhatikan ketersediaan obat yang ada di daerah masing-masing.
Selain mengganggu aktivitas pengobatan, COVID-19 juga memberikan dampak terhadap ketersediaan obat pada bulan April.
“Sempat terganggu pada bulan April transisi Mei karena pada waktu itu lockdown juga di India, tetapi hanya terganggu sekitar satu minggu dan sampai hari ini obat sudah tersedia di semua layanan”, ucap Wiendra.
Obat ARV adalah jenis obat yang dapat digunakan untuk memperlambat perkembangan virus HIV yang bekerja dengan cara menghilangkan unsur yang diperlukan oleh virus HIV untuk menggandakan diri dan juga mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4 atau sel darah putih yang bertugas untuk menjaga kekebalan tubuh.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyediakan obat ARV secara gratis bagi ODHA.
Wiendra juga menekankan bagi ODHA yang mengkonsumsi obat ARV secara rutin, tetap harus waspada dengan potensi penularan COVID-19.
“Jangan berpikir bahwa saya meminum obat ARV nanti saya tidak akab terkena COVID-19, karena buktinya COVID-19 bisa menyerang siapa saja. Kita tetap harus tetap waspada”, tegas Wiendra.
Pada kesempatan yang sama, anggota Jaringan Indonesia Positif Timotius Hadi menyatakan bahwa di Jakarta tidak terlalu banyak masalah pelayanan yang muncul selama masa pandemi ini. Namun, pada beberapa daerah lain dampak dari pandemi ini sangatlah terasa.
“Beberapa bulan lalu kita sempat ada kekosongan ARV dan sekarang mungkin udah normal ya. Tapi di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Sukabumi itu masih kosong”, jelas Hadi melalui ruang digital.
Hadi juga menyampaikan tentang kekhawatiran bagi tentang keamanan bagi ODHA yang berada di daerah karena mereka harus berulang kali datang ke puskesmas untuk mengambil obat.
“Kalau di Jakarta enaknya bisa di multi month, resepnya dibikin dua bulan. Jadi satu kali datang bisa mendapatkan dua bulan. Tapi untuk teman-teman di daerah itu kesulitan”, tambah Hadi.
Terakhir, Hadi menyampaikan harapan-harapan dari Jaringan Indonesia Positif mengenai perlakuan terhadap ODHA terlebih pada masa pandemi COVID-19.
“Kami berharap seluruh elemen masyarakat menganggap bahwa ini adalah sebuah isu masalah kesehatan bersama. Jadi jangan lagi melihat orang itu terinfeksi, tapi bagaimana dia adalah tetap manusia yang memiliki hak yang setara dengan yang lainnya”, tutupnya.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional