Perbarui Aturan Lalu Lintas Hewan dan Produk Hewan, Satgas Keluarkan SE No.6 Tahun 2022
18 Sep 2022 23:00 WIB
Foto : Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Prof. Wiku Adisasmito (Dzikra - Satgas)
JAKARTA - Dalam kurun satu bulan terakhir, angka kasus aktif dari hewan terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terus menurun. Meskipun demikian, upaya pencegahan dan pengendalian terus dilakukan, salah satunya dengan memperkuat aturan lalu lintas hewan rentan PMK dan produk hewannya.
Pada 16 September 2022, Satgas Penanganan PMK telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengendalian Lalu Lintas Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku, dan Produk Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku Berbasis Kewilayahan.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan PMK Prof. Wiku Adisasmito mengungkapkan bahwa Surat Edaran ini telah disesuaikan berdasarkan situasi dan kondisi wabah terkini agar masyarakat dapat melalulintaskan hewan dan produk hewan yang aman dari PMK.
Secara umum, lalu lintas hewan rentan PMK dilaksanakan dengan ketentuan seperti telah menerima vaksinasi minimal 1 dosis atau menunjukan hasil uji laboratorium negatif PMK, melampirkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan/atau Surat Veteriner (SV) dan surat riwayat kesehatan hewan, serta menerapkan Tindakan Pengamanan Biosecurity. Untuk memfasilitasi salah satu ketentuan tersebut, yaitu pengujian spesimen lalu lintas Hewan Rentan PMK. Saat ini terdapat 3 mobile laboratorium tambahan dari total keseluruhan 47 laboratorium yang dapat meningkatkan perluasan dan percepatan testing.
Pada produk segar dilaksanakan ketentuan seperti menunjukkan surat keterangan hasil pemeriksaan antemortem dan postmortem oleh dokter hewan, evaluasi kelayakan kemasan, serta penerapan Tindakan Pengamanan Biosecurity ketat pada alat transportasi, barang, petugas, dan peternak sebelum keberangkatan, saat perjalanan, dan sampai tujuan. Sementara pada produk olahan hanya dievaluasi kelayakan kemasan dan juga menerapkan Tindakan Pengamanan Biosecurity.
Secara rinci, lalu lintas hewan rentan PMK, produk segar, dan produk olahan diatur pada tingkat Kabupaten/Kota. Terdapat ketentuan seperti dilarang melalulintaskan hewan rentan PMK dari Zona Merah menuju Zona Merah, Hijau, Kuning, dan Putih. Kemudian dari Zona Kuning menuju Zona Hijau dan Putih, serta dari Zona Putih menuju Zona Hijau. Selain itu, disyaratkan melakukan karantina mandiri selama 14 hari di instalasi karantina hewan oleh pejabat karantina berwenang.
“Mohon kepada para Pejabat Otoritas Veteriner (POV) yang berkaitan dengan karantina untuk terus memonitor dan mengevaluasi lalu lintas hewan rentan PMK dan produk hewannya. Pastikan bahwa hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan memenuhi ketentuan yang sudah diatur dalam Surat Edaran tersebut,” pungkas Prof. Wiku.
Terkait lalu lintas produk segar seperti daging segar, jeroan, susu segar diperlukan perlakuan yang merujuk pada standar operasional dari Kementerian Pertanian agar dapat dilalulintaskan dari Zona Hijau ke seluruh Zona Kabupaten/Kota, kemudian dari Zona Putih ke Putih, Kuning, dan Merah, serta dari Zona Kuning ke Zona Kuning dan Zona Merah, dan yang terakhir dari Zona Merah ke Merah. Kemudian untuk mendukung kebutuhan dalam negeri, produk segar yang berasal dari luar negeri ( ex-import) dapat dilalulintaskan dengan syarat mendapatkan persetujuan masuk dari Kementrian Pertanian dan berasal dari negara bebas PMK.
Sementara pada produk olahan dapat dilalulintaskan dari dan ke seluruh Zona Kabupaten/Kota. Hal ini berlaku juga pada produk olahan yang berasal dari ex-import dengan ketentuan telah mendapatkan persetujuan masuk wilayah Indonesia dari Kementerian Pertanian.
Di samping itu dalam rangka menyukseskan agenda Presidensi G20 Indonesia 2022 di Provinsi Bali pada bulan November mendatang, perlu adanya pengetatan lalu lintas hewan rentan PMK dan produk hewannya. Sehingga diatur dalam ketentuan khusus untuk Provinsi Bali dalam Surat Edaran ini seperti dilarang melalulintaskan hewan rentan PMK, produk segar, dan produk olahan. Namun, terdapat pengecualian peraturan yaitu diperbolehkan melalulintaskan babi keluar dari Bali dan sudah tidak adanya pengaturan syarat vaksinasi pada hewan babi di dalamnya.
Terakhir, Satgas PMK mengimbau kepada seluruh elemen sektor peternakan maupun pihak-pihak yang terlibat untuk mengimplementasikan Tindakan Pengamanan Biosecurity dengan ketat. Selain itu produk hukum yang sudah ada perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah sebagai dasar penegakan hukum di lapangan yang konkrit.
Abdul Muhari, Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNP