Peran Media Massa Ubah Perilaku Masyarakat dalam Menyikapi Pandemi
03 Jun 2020 02:27 WIB
Foto : Gunawan Permadi, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka (M. Arfari - Humas BNPB)
JAKARTA – Gugus Tugas Nasional mengedepankan kolaborasi dan sinergi pentaheliks dalam percepatan penanganan Coronavirus disease 2019 atau COVID-19. Salah satu pentaheliks tersebut adalah media massa yang berperan dalam penyampaian informasi dan edukasi masyarakat.
Peran media massa tersebut diharapkan berujung pada perubahan perilaku masyarakat dalam menyikapi pandemi. Menurut Gunawan Permadi, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka, persoalan saat ini tidak hanya pada kesadaran terhadap konteks kesehatan, tetapi mengubah perilaku. Pihaknya lebih berfokus untuk membangun persepsi masyarakat dari sisi kultur atau bidaya dan sosial.
“Kami di media, selalu mendorong untuk melakukan pencerahan secara kultural dengan menggunakan narasumber atau pakar yang membahas tidak hanya kesehatan tetapi juga kultural. Ini diharapkan bisa dimaknai dan dimengerti oleh masyarakat,” ujar Gunawan melalui ruang digital pada Selasa (2/6).
Pihaknya melakukan framing dan agenda yang berbasis pada konteks kultural.
Ia mencontohkan pada tradisi mudik dan lebaran ketupat di Jawa Tengah. Tradisi mudik ini sangat luar biasa, ada juga ungkapan meskipun tidak makan tetapi berkumpul bersama orang-orang sekitar. Situasi ini tentu berpengaruh pada upaya pencegahan penularan virus SARS-CoV-2 secara lebih luas. Sedangkan pada moment lebaran ketupat, ini lebih ramai pada saat lebaran.
“Festival atau perayaan di masyarakat lebih meriah, ini faktor kultural. Ini digenjot supaya persoalan kultural ini tidak menjadi kendala bagi masyarakat Jawa Tengah sehingga tetap terselenggara meskipun ada penyesuaian,” ujarnya.
Ia selaku representasi media mainstream di Jawa Tengah melibatkan pakar arkeolog, sosiolog dan psikolog untuk ikut membahas konteks kultural yang menjadi fenomena di tengah masyarakat.
“Kegiatan semacam budaya seperti itu lebih penting, sifatnya kolosal. Sholat Idul Fitri, di masyarakat Jawa Tengah lebih banyak dimaknai dari aspek budaya bukan sekedar syariat dan sebagainya. Muatan kultural ini yang besar,” ujarnya.
Sementara itu, menyikapi konten media yang terkadang keliru, Gunawan menyampaikan hal itu bisa mungkin terjadi sehingga berdampak hoaks. Namun, masyarakat dapat merujuk pada media mainstream. Menurutnya, kebanyakan media mainstream lebih ketat dalam memfilter pemberitaan. Diakuinya media yang baru muncul kadang terkendala pada sumber daya manusia untuk peningkatan kapasitasnya.
“Media mainstream masih kuat dalam memegang kode etik, cek dan ricek,” kata Gunawan.
Di samping itu, untuk mengantisipasi berita yang keliru, ia berpendapat dengan memberikan informasi yang sebanyak mungkin. Harapannya informasi yang sifatnya kurang tepat bisa ‘ditenggelamkan.’
Ia juga berpendapat bahwa Gugus Tugas dan media-media mainstream yang bertugas untuk membentuk pool media dalam upaya membombardir informasi sesuai dengan fakta. Di samping itu, Gugus Tugas dapat mengajak Dewan Pers untuk melakukan pengawasan terhadap pemberitaan media.
Pasti terdampak. Media memperoleh penghasilan dari sektor bisnis yang lain bukan penjualan produk. Salah satunya dengan memperkecil atau efisiensi. Model sepetri ini sgt membantu media. Wawancara dr narasumber harus memberikan spj transportas dsb, skr cukup scr online. Alam dan kondisi memberikan jalan keluar.
Dalam perspektif kaca mata media massa, Gunawan jeli dalam memperhatikan aspek kesehatan pada awak media. Suara Merdeka sebagai ujung tombak di Jawa Tengah menerapkan contoh yang baik saat melakukan liputan.
“Kita menjadi bagian dari edukasi informasi dan tindakan perilaku kita. Ini menjadi perhatian media,” ujarnya.
Saat melakukan liputan, wartawan spontan dan reflek dalam memposisikan diri tanpa memperhatikan kiri dan kanan. Ia berkata, “Ini lebih diperhatikan. Kita sendiri menjadi penyampai pesan atau ambassador jaga jarak.”
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional