MUI Minta Pelaksanaan Zakat Perhatikan Protokol Kesehatan
19 Mei 2020 03:41 WIB
Foto : Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh (HUMAS BNPB/M Arfari Dwiatmodjo)
JAKARTA - Zakat fitrah diwajibkan kepada setiap muslim yang memiliki kecukupan kebutuhan pokok pada akhir Ramadan, yang didasarkan kepada jiwa.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan bahwa zakat juga digunakan untuk mensucikan jiwa bagi umat muslim yang berpuasa selama di bulan suci Ramadan.
"Zakat fitrah diwajibkan untuk kepentingan konsumtif untuk kepentingan mensucikan jiwa bagi orang yang berpuasa, tuh rotanlil soim, dan juga to’matan lil masakin, memberi makan bagi orang yang miskin,” jelas Asrorun di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (18/5).
Waktu untuk menunaikan zakat adalah tidak terikat waktu, fleksibel, bisa kapan saya, mulai awal Ramadhan sampai menjelang salat Idul Fitri. Akan tetapi, dalam kondisi di tengah pandemi COVID-19, Asrorun mengimbau agar umat muslim dapat segera melaksanakannya sesegera mungkin, sebelum malam Idul Fitri tiba.
Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukan orang, sehingga anjuran protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19 dengan menjaga jarak aman dapat tetap diterapkan.
“Untuk kepentingan itulah, kami menghimbau kepada masyarakat muslim untuk segera menunaikan zakat fitrah, tanpa harus menunggu malam Idul Fitri tiba. Ini setidaknya memiliki dua hikmah, yang pertama, agar manfaat zakat bisa segera diterima mustahik yang membutuhkan, dan yang kedua agar tidak terjadi penumpukan orang dan barang di satu waktu, sehingga potensial terjadinya penularan,” jelas Asrorun.
Kemudian Asrorun juga menghimbau kepada para amil zakat, laz, baz untuk proaktif dalam mensosialisasikan teknik kewajiban membayar zakat dengan senantiasa mempertimbangkan, dan juga memperhatikan protokol kesehatan.
Selain itu, ia meminta agar seluruh amil juga memfasilitasi cara pembayaran berbasis digital, serta meminimalisir interaksi secara fisik.
Dalam hal ini, pembayaran zakat tidak harus ketemu fisik. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam keterangan fiqih, menunaikan zaakat tidak harus ada ijab qobul secara fisik bertemu.
Di samping itu, Asrorun juga meminta amil agar kreatif, melakukan diagnosis diagnosis atas kebutuhan riil yang dihadapi oleh mustahik atau penerima zakat, dengan harapan harta zakat yang diberikan kepada mustahik, dapat menjadi solusi yang substantif atas masalah yang dihadapi.
"Bisa untuk mengatasi masalah kesehatannya, jika mustahik atau penerima zakat sedang terbaring sakit, baik terkena COVID, maupun sakit yang lain, masalah kebutuhan pokoknya, dan juga masalah ekonominya,” terang Asrorun.
Kebutuhan penanggulangan wabah COVID dan dampaknya yang jika tidak mungkin dipenuhi melalui harta zakat, masih bisa memperolehnya melalui instrumen keagamaan yang lain, seperti infaq shodaqoh, dan juga sumbangan hal lainnya,” pungkasnya.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional