KETERKAITAN PRB, API DAN PEMBANGUNAN: BENCANA LINGKUNGAN SEMAKIN MENINGKAT
10 Okt 2013 03:38 WIB
Foto : KETERKAITAN PRB, API DAN PEMBANGUNAN: BENCANA LINGKUNGAN SEMAKIN MENINGKAT ()
“Ke depan dampak risiko bencana yang berinteraksi dengan perubahan iklim, kerusakan lingkungan hidup, pembangunan dan pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat dan menjadi tantangan bagi pembangunan manusia. Untuk itu dibutuhkan pendekatan pembangunan yang mengintegrasikan pengurangan risiko bencana (PRB), adaptasi perubahan iklim (API) dan pemulihan lingkungan hidup, “demikian kesimpulan Valentinus Irawan, analisis penanggulangan bencana United Nations Development Programme (UNDP) di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rabu, 9 Oktober 2013 siang di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kesimpulan Valentinus Irawan ini dipaparkan dalam “Konsultasi Nasional Forum Pengurangan Risiko Bencana se-Indonesia” yang diadakan oleh Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 150 orang wakil dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di seluruh Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), lembaga non pemerintah nasional dan internasional, serta para praktisi kebencanaan. Kegiatan Konsultasi Nasional ini merupakan salah satu rangkaian dalam acara Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2013 pada tanggal 7-11 Oktober 2013 di Mataram dan sekitarnya.
Menurut Valentinus Irawan, dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, Indonesia negara keempat terpadat di dunia. Posisinya yang berada di jalur Cincin Api Pasifik (Ring of Fire), membuat Indonesia rawan letusan gunungapi, gempa bumi, tsunami dan longsor Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia – dengan sekitar 80.000 kilometer garis pantai dan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia memiliki banyak kawasan pemukiman padat penduduk di pesisir, yang rawan terhadap pengaruh perubahan iklim seperti banjir, kenaikan permukaan laut, kekeringan, dan peningkatan frekuensi kejadian-kejadian cuaca ekstrim.
Sebagai negara berkembang, Indonesia tengah giat membangun dan mengembangkan industri, yang dengan pertumbuhan penduduk memberi tekanan berlebihan pada lingkungan hidup. Deforestasi dan kerusakan lingkungan hidup menjadi tantangan besar bagi Indonesia, sebagai konsekuensi dari jalan pembangunan yang ditempuhnya. Hal ini dapat memperburuk dampak perubahan iklim. Risiko bencana dan dampak perubahan iklim terus mempengaruhi kesehatan, pendidikan dan mata pencaharian penduduk, mengancam keaneka-ragaman hayati serta perekonomian, posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia (121) jauh di bawah Palestina (110).
Valentinus Irawan menegaskan bahwa tantangan 20 tahun ke depan, Indonesia akan menghadapi hal-hal berikut ini:
- Diproyeksikan risiko bencana dan kerugian akibat bencana akan semakin meningkat.
- Semakin banyak orang tinggal di kota-kota yang rawan (urbanisasi tak terkendali, Indonesia 54% di kota), secara global penduduk urban diperkirakan 80% pada 2050.
- Semakin banyak infrastruktur dibangun di kawasan terpapar ancaman (akibat pembangunan yang tidak sensitif terhadap risiko).
- Dampak perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana – banjir kian sering dan lama.
- Bencana menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah, menghambat pengentasan kemiskinan.
- Bencana alam dan perubahan iklim kian mengancam hasil-hasil pembangunan, sehingga harus menjadi salah satu pertimbangan utama dalam agenda pembangunan pasca-2015.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengurangan risiko bencana (PRB) adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, menilai dan mengurangi risiko bencana, termasuk dengan mengurangi keterpaparan terhadap ancaman dan kerentanan masyarakat serta aset; pengelolaan lahan dan lingkungan berkelanjutan; dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana. Contoh pendekatan PRB adalah perencanaan pembangunan dan spasial peka risiko; pemetaan ancaman dan risiko; pendidikan kebencanaan bagi masyarakat, termasuk pelatihan kesiapsiagaan; sistem peringatan dini; asuransi bencana; dll.
Sementara itu yang dimaksud dengan adaptasi perubahan iklim (API) adalah penyesuaian dalam ekosistem atau dalam sistem manusia sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, baik dengan meminimalkan tingkat perusakan maupun mengembangkan peluang-peluang yang menguntungkan sebagai reaksi terhadap iklim yang berubah atau bencana yang akan terjadi terkait dengan iklim. Contoh pendekatan API antara lain merubah pola tanam dan varietas tanaman pangan yang lebih sesuai perubahan iklim; memindah lokasi ladang dan kebun; merancang ulang struktur rumah untuk hadapi banjir; mata pencaharian alternatif; menanam bakau untuk hadapi kenaikan paras muka laut, dll.
Ke depan antara PRB, API dan pembangunan menghadapi tantangan yang sangat berat. Valentinus Irawan menegaskan, “Program-program PRB, API dan pemulihan lingkungan hidup cenderung masih berjalan sektoral. Planas PRB berpotensi untuk menjadi forum tempat bertemu para pemangku kepentingan PRB dan API, menjadi katalis dalam membangun sinergi antara berbagai instansi pemerintah, akademisi, LSM dan semua pelaku lain dalam mendorong agenda PRB-API.”
Sebagai catatan, Valentinus Irawan menambahkan bahwa implementasi PRB-API terpadu dalam pembangunan sudah dicanangkan melalui Deklarasi Yogyakarta, yang merupakan hasil AMCDRR (Pertemuan Tingkat Menteri PB se-Asia-Pasifik) ke-5 di Yogyakarta 22-25 Oktober 2012 lalu. --- dp ---
<!--[if gte mso 9]><xml>