Kearifan Lokal Selama Pembatasan Sosial di Tengah Pandemi COVID-19
20 Mei 2020 15:09 WIB
Foto : (ranti)
JAKARTA – Masyarakat di daerah mengembangkan pendekatan untuk saling mendukung, khususnya mereka yang paling terdampak di tengah pandemi COVID-19. Pendekatan tersebut bermodalkan kearifan lokal masyarakat setempat.
Menyikapi dampak penyebaran virus SARS-CoV-2, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengenalkan ‘jogo tonggo’ atau saling menjaga. Salah satu prinsip ‘jogo tonggo’ yakni gotong royong. Kondisi saat ini sangat berimbas pada masyarakat, khususnya secara ekonomi. Warga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dibantu oleh warga yang lain. Melalui ‘jogo tonggo,’ masyarakat didorong memiliki lumbung pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga kurang mampu.
Berbeda dengan Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta, masyarakat di desa ini mengembangkan pranata sosial baru. Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi menyampaikan bahwa warganya telah menyiapkan sejak dini untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. Penyiapan warganya dilakukan di tingkat dukuh dengan cara mengembangkan nilai sosial baru.
“Kami mendorong warga masyarakat di tingkat dukuh untuk membangun pranata sosial baru untuk mengatur pola relasi sosial karena banyak sekali kegiatan yang dalam situasi normal itu bisa dilaksanakan tapi dalam situasi pandemi ini tidak dapat dilaksanakan, misalnya terkait dengan pemakanan, peribadatan, budaya dan keagamaan, termasuk menerima tamu dan sebagainya,” kata Wahyudi pada dialog di ruang digital pada Selasa (19/5).
Masyarakat desa membangun terwujudnya pranata sosial baru ini sejak awal Maret lalu. Melalui nilai-nilai baru tadi, potensi konflik sosial dapat diminimalkan. Misal, pasien COVID dapat diterima baik oleh warga masyarakat bahkan mereka disambut dengan selawatan.
“Ini membangun relasi sosial yang baik dan dibutuhkan pada situasi masa kini” ucapnya.
Sementara itu, masyarakat Desa Rohomoni di Pulau Haruku, Maluku Tengah juga menerapkan strategi menghadapi kebijakan pembatasan sosial berskala regional (PSBR). Pemerintah kabupaten menerapkan PSBR mengingat wilayah kepulauan di Maluku Tengah.
Relawan COVID-19 Desa Rohomoni Abdul Wahid Sangadji mengatakan warga di sini telah mengalami tiga periode PSBR. Kebijakan pembatasan sosial tahap pertama dari 17 April hingga 1 Mei 2020. Selanjutnya tahap kedua dan ketiga yang akan berakhir pada 29 Mei 2020.
Kearifan lokal yang diterapkan masyarakat Rohomoni yakni dengan memanfaatkan kekayaan alam setempat yang telah ada secara turun temurun. Mereka memanfaatkan bahan baku sagu untuk makanan mengingat pembatasan secara regional.
“Jadi, sekarang masyarakat, khusunya di Rohomoni itu kembali menebang pohon sagu sebagai bahan kebutuhan bahan pokok,” ujar Sangadji yang terhubung melalui jaringan online.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional