Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Ka-Satgas : Cara Terbaik Penanganan Penyebaran PMK Adalah Pencegahan, utamanya Biosecurity

Dilihat 141 kali
Ka-Satgas : Cara Terbaik Penanganan Penyebaran PMK Adalah Pencegahan, utamanya Biosecurity

Foto : Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)/Ketua Satuan Tugas Penanganan Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) Letjen TNI Suharyanto, S.Sos., M.M memberikan arahan dalam rapat koordinasi penanganan PMK di wilayah Provinsi Aceh di Kantor Gubernur Aceh, Rabu (3/8). (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Ranti Kartikaningrum)


ACEH - Ketua Satgas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Letjen TNI Suharyanto S.Sos M.M menaruh perhatian besar terhadap progres penanganan PMK di daerah. Beliau menekankan, setiap daerah harus memiliki target menjadi daerah bebas PMK tanpa vaksinasi (untuk daerah yang belum tertular atau berada di sekitar daerah wabah). Menurutnya, cara terbaik dalam menekan penyebaran PMK adalah dengan pencegahan.

Meskipun hewan-hewan sudah divaksin, jika pencegahannya masih belum maksimal, maka penyebaran akan terus meningkat. Karena itu, pemilik hewan ternak diimbau untuk tetap memisahkan hewan yang sudah sembuh dari gejala klinis dari hewan lain yang belum terjangkit.

Hal itu disampaikan Ka-Satgas Nasional PMK dalam Rapat Koordinasi dengan pemerintah provinsi,  dan Kab/Kota se- Aceh saat kunjungannya ke Kantor Gubernur Aceh, Rabu (3/8).

Dalam rapat koordinasi tersebut Ka-Satgas nasional juga mengapresiasi bahwa Provinsi Aceh adalah salah satu provinsi yang berhasil dalam penanganan Covid-19,  sehingga ia meyakini Provinsi Aceh bisa menangani kasus penyebaran PMK dengan baik, efektif dan efisien.

Meskipun penyebaran PMK di Aceh cukup masif, namun ada 3 daerah yang masih bebas PMK tanpa vaksinasi, yaitu Kab. Aceh Tengah, Kab. Bener Meriah dan Kab. Kepulauan Simeuleu.

Ketua Satgas Nasional Penanganan PMK yang juga  Kepala BNPB menjelaskan, ada 4 (empat) hal yang menjadi strategi utama dalam penanganan kasus penyebaran PMK. Empat hal tersebut adalah Biosecurity, Pengobatan, Potong Bersyarat dan Vaksinasi.

Pelaksanaan biosecurity bisa dilakukan dengan 4 langkah yakni desinfeksi, pengaturan buka/tutup pasar hewan, penjagaan ketat di perbatasan, dan komunikasi, informasi serta edukasi.

Di Provinsi Aceh, progres pengobatan hewan ternak mencapai 86,98%. Dari kasus terkonfirmasi sebanyak 44.639, hewan yang sembuh secara klinis mencapai 38.828. Dengan ketersediaan vaksin sebanyak 7.000 dosis, yang terpakai sudah mencapai 6.700 dosis.

Diketahui, hingga saat ini jumlah hewan ternak di Provinsi Aceh yang paling banyak terdampak PMK adalah sapı perah, sapı potong dan kerbau. Untuk itu, ia akan memfokuskan pemberian vaksin terhadap hewan-hewan tersebut. Karena jumlah vaksin terbatas, hewan lain yakni domba dan kambing bukan menjadi prioritas.

Untuk capaian vaksin di Aceh secara keseluruhan, sebanyak 28.900 dosis sudah diberikan pada tahap 1, dan 21.468 dosis sudah diberikan pada tahap 2. Sisa vaksin yang tersedia sebanyak 7.432 dosis.

Strategi terakhir dalam penanganan PMK adalah potong bersyarat. Di Aceh, total potong bersyarat sampai tanggal 2 Agustus 2022 adalah sebanyak 59 ekor.

Untuk daerah yang jumlah hewan terkena PMK tinggal sedikit, lebih baik hewan tersebut dipotong. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir kerugian dan memaksimalkan manfaat agar dagingnya masih tetap bisa dikonsumsi.



Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis


BAGIKAN