“Ketupat Semangat” Wisma Atlet dari Doni Monardo
27 Mei 2020 20:52 WIB
Foto : Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo (kiri dengan topi putih) meninjau ruang uji klinis, ruang obat-obatan, ruang para pasien, ruang gizi dan farmasi di Rumah Sakit Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta (25/5). (HUMAS BNPB/Ignatius Toto Satrio)
Catatan Egy Massadiah
Usai sholat Idul Fitri bersepuluh orang di Lantai 15 Graha BNPB, (24 Mei 2020) kami sedikit lebih rileks. Tidak digedor pekerjaan dan agenda menerima tamu seperti hari-hari sebelumnya. Tak heran jika Doni mengatakan, “Hari ini sepertinya tidak ada jadwal. Silakan kalau mau nengok rumah.” Atas dasar pula, sejumlah staf inti pulang, setidaknya satu malam merasakan tidur di rumah.
Apa daya, itu semua tak terjadi. Baru nemplok di rumah, telpon sudah berdering, langsung dari Letjen Doni.
Saya bergegas kembali ke kantor. Beberapa teman yang tadi sempat pulang bersama-sama, juga sudah nongol. Ekspresinya macam-macam. Ada yang datar-datar saja. Ada yang saling pandang, lalu tersenyum. Ada yang begitu ketemu, langsung tertawa. “Rumah aman. Laporan selesai,” sambut tawa mereka.
Drama pun kami akhiri dengan bekerja kembali. Sebagian menyiapkan materi rapat. Desk relawan menghubungi Resto Hoka-hoka Bento memesan paket makanan untuk besok kami bawa ke Wisma Atlet, sebagai buah tangan kepada para pasien dan petugas di sana. Jumlah Hokben yang dipesan 4.000 porsi.
Koordinator Tim Relawan Gugus Tugas Covid-19, Andre Rahadian juga langsung bergerak. Ia juga menyiapkan kambing guling, opor ayam, ketupat, dan soto untuk 1.500 orang di Wisma Atlet Kemayoran. Pendek kata, semua tenggelam dalam pekerjaan. Rasa kue barongko dan coto Makassar tadi pagi, pun sudah lupa.
Esok harinya, ya hari kedua Lebaran kami menyertai Doni Monardo ke RS Wisma Atlet, Kemayoran. Di sana, Doni keliling meninjau ruang uji klinis, ruang obat-obatan, juga ruang para pasien. Tak lupa, ia juga menengok ruang gizi dan farmasi.
Soal pembuangan limbah juga jadi perhatian Doni Monardo. Doni juga mengecek APD, ada tipe premiun dan bukan premium. Tak lupa ia berpesan agar para dokter harus mengenakan APD seri premium. Satu hari, tak kurang dari 600 APD dibutuhkan di sini.
Bahkan Doni sempat juga menanyakan kiriman 100 kg aneka ikan segar dari Ambon beberapa waktu lalu. Suasana pun jadi cair, dengan silang-komentar tentang lezatnya ikan itu. Mereka bercerita betapa para pasien dan para medis senang dengan menu surprise kiriman Doni.
Saat berbicara di hadapan para pengurus RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet serta para dokter dan perawat, Doni mengulang pentingnya menu makanan sehat. Ikan adalah salah satu menu penting. Selain kaya protein, juga memenuhi kandungan gizi yang baik.
“Ingat, makanan yang baik adalah obat,” katanya.
Dengan makanan yang baik, Doni berharap, kondisi pasien, para dokter serta perawat dan semua staf yang bertugas di RS Darurat Wisma Atlet lebih tangguh. Terlebih, sejak dioperasikan 23 Maret 2020, mereka sudah bekerja keras. Tidak pulang, tidak berkumpul bersama keluarga, ada kalanya jauh lebih berat dari semua jenis pekerjaan lembur lainnya.
Sebagai salah satu rujukan, rumah sakit darurat ini memang dipersiapkan secara marathon. Sejak diputuskan 13 Maret hingga resmi beroperasi 23 Maret, hanya ada waktu sepuluh hari. Dan dalam waktu sepuluh hari itulah, terjadi suasana yang benar-benar menegangkan.
Saat itu, tutur Doni, semua rumah sakit rujukan penuh pasien Covid-19. Tidak sedikit pasien yang datang dari Jakarta dan daerah lain, tak sulit terlayani.
“Saya ingat, ada pasien yang harus menunggu sampai tujuh jam lamanya sampai bisa mendapat tempat tidur,” kata Doni.
Saat ini, keadaannya sudah jauh lebih baik. Seperti diketahui, RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran terdapat dua lantai yang dijadikan rumah sakit dadakan, yakni tower VII yang saat ini telah beroperasi dan mampu menampung 1.700 orang.
Kemudian juga tower VI yang mampu menampung 1.300 pasien. Dengan begitu, RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran dapat menampung 3.000 dari dua lantai tersebut.
Dari kapasitas 1.700 orang yang sudah dioperasikan, berdasar data terakhir (24/5/2020) jumlah pasien 963 orang yang terdiri pasien laki-laki 623 dan perempuan 340. Dari jumlah pasien yang ada, pasien dikategorikan berdasarkan hasil swab positif 700 orang, tes cepat positif 237, pasien dalam pengawasan (PDP) 20 dan sisanya orang dalam pemantauan (ODP).
RS Darurat Wisma Atlet dioperasikan oleh tim gabungan dari Gugus Tugas, Kogabwilhan, TNI, Polri, Kementerian Kesehatan, BUMN, tenaga medis dan sukarelawan. Total kekuatan personel yang bertugas berjumlah 1.624 orang. Sejak dioperasikan, RS Darurat Kemayoran telah merawat lebih dari 3.900 orang.
Doni mengapresiasi tim dokter, perawat, dan staf lain yang bekerja gigih. Tidak saja menyehatkan fisik, tetapi juga mental. Sedikitnya 10 personel tim kesehatan mental bekerja siang-malam. Mereka terdiri atas unsur TNI (Kesdam Jaya) dan relawan.
Selain memberikan konseling, tim kesehatan mental memberikan ice breaking kepada personel atau petugas yang bekerja di RS Darurat Wisma Atlet. “Ice breaking diberikan untuk menghadapi pasien dengan latar belakang berbeda,” ucap Doni.
Ia mencontohkan ketika perawat berhadapan dengan pasien yang berprofesi anak buah kapal (ABK). Mereka masih muda tetapi positif COVID-19. Menghadapi anak-anak muda seperti ini membutuhkan kesabaran. Selain itu, pengertian dan pemahaman pasien mengenai COVID-19 masih kurang. Misalnya, mental pasien drop ketika diinformasikan terpapar virus.
Beberapa petugas medis dan non medis dan relawan juga diminta menyampaikan testimoni. Nuryati Manulang, tenaga kesehatan, misalnya, mengaku sudah lebih dua bulan tidak pulang.
“Sudah dua bulan lebih tidak pulang, karena saya mau melayani pasien Covid-19 di Wisma Atlet. Saya hanya memohon kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah,” kata Nurhayati dalam logat Bataknya.
Besar harapan Nuryahati dan para petugas lain di RS Darurat, pasien Covid-19 makin berkurang dan terus berkurang hingga akhirnya tidak ada lagi yang perlu dirawat. Itu semua dimungkinkan, jika masyarakat bekerja sama dan dengan kesadaran tinggi, mematuhi protokol kesehatan. Rajin mencuci tangan, mengenakan masker jika bepergian, selalu jaga jarak, hindari kerumunan.
“Makin cepat wabah teratasi, makin cepat pula kami bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga,” ujarnya.
Demikian pula relawan dari Aceh, Jakarta, dan berbagai daerah lain, yang sudah lebih dua bulan tidak pulang. Senada, semua mengimbau agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan. Rajin cuci tangan, memakai masker, jaga jarak, dan sebisa mungkin menghindari bepergian untuk keperluan yang tidak penting.
Testimoni juga diberikan oleh para pasien corona yang sudah sembuh. Mereka sudah mengantongi keterangan sehat dan diizinkan pulang ke rumah, berkumpul bersama keluarga.
Risma misalnya, menjalani karantina sejak tanggal 22 Mei, sekembali dari India. Ia menilai, proses karantina dari mulai penjemputan di bandara hingga diizinkan pulang, semua sangat bagus.
“Kamarnya AC lengkap dengan wifi. Makan pun teratur, tiga kali sehari dengan menu yang enak. Dan yang lebih penting, kita merasa secure, karena sangat diperhatikan faktor kesehatannya. Terima kasih kepada semua pihak yang sudah menyelenggarakan karantina ini,” ujarnya.
Seorang ABK kapal asing yang sejak 23 Mei menjalani karantina selama empat hari, juga memberikan testimoninya sebelum meninggalkan Wisma Atlet. Menjawab pertanyaan petugas seputar pelayanan selama karantina, seketika ia mengacungkan jempol. “Bagus. Akomodasinya sangat bagus dan makanan berlimpah,” ujarnya.
Tiga pekerja migran asal Jawa Timur (Malang dan Tulungagung), memberi testimoni bersama-sama, sebelum meninggalkan Wisma Atlet setelah empat hari dikarantina. Ditanya kesan-kesan, kompak mereka menjawab, “Baguuusss....” Ditanya tingkat kepuasan, kompak pula menjawab, “Puaaasss....”
Makin Semangat, Makin Tangguh
Perasaan senang terpancar dari para dokter, petugas kesehatan, staf dan relawan di RS Darurat Wisma Atlet. Beberapa tenaga medis yang berasal dari unsur TNI juga tampak termotivasi dengan kehadiran Letjen TNI Doni Monardo.
Penuh perhatian dan sikap kebapakan, Doni berdialog dengan Kakesdam Jaya Kolonel (Ckm) dr Stefanus Dony, Mayor (Ckm) dr Martin, Kapten (Ckm) dan dr Didon. Di antara mereka terdapat ahli jantung Kapten (Ckm) dr Tiya yang didatangkan dari Padang, Sumatera Barat. Ia pun, seperti halnya petugas medis lain, sudah lebih dua bulan lebih tidak berkumpul bersama keluarga.
Doni Monardo tak henti-henti memompakan semangat kepada para prajurit sekaligus prajurit kemanusiaan itu. Apa yang dilakukan Doni Monardo, sejatinya sebuah upaya penguatan moral, terlebih di saat Lebaran. Bagi umat muslim, Lebaran adalah momentum silaturahmi, momentum berkumpul bersama keluarga. Bisa dibayangkan, saat-saat berbahagia harus diikhlaskan demi menjalani tugas kemanusiaan.
Semakin mengerti saya, mengapa Doni Monardo memilih tidak pulang, dan tidur di kantor. Kehadiran Doni di RS Darurat Wisma Atlet, juga makin menanamkan kesadaran terdalam, memompakan semangat dan dukungan moral, menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi para petugas medis dan para relawan itu.
Dalam jiwa yang semangat, terdapat mental yang kuat. Dalam mental yang kuat, bermuara pada imunitas tubuh. Sungguh, sebuah kondisi yang sangat dibutuhkan oleh mereka. Hanya dengan begitu, mereka bisa bertahan di tengah himpitan rasa jenuh dan letih yang bertumpuk.
Tuntas meninjau dan berdialog dengan para “pahlawan kemanusiaan” di RS Darurat Wisma Atlet, Doni Monardo dan rombongan Gugus Tugas Covid-19 pun berpamitan kembali ke markas Gugus Tugas di Graha BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur.
Dalam perjalanan kaki menuju lokasi mobil, mendadak Doni berhenti di sebuah pohon. Sambil melihat ke arah staf yang mendampinginya, ia menunjuk pohon itu dan berkata, “Ini pohon mindi.”
Doni melanjutkan jalan kaki. Mendadak berhenti lagi, dan menunjuk sebuah pohon setinggi kurang lebih lima meter sambil berkata, “Nah, kalau yang ini pohon pule. Aromanya wangi saat bunganya kuncup," ucapnya bahagia.
Kami mengiyakan, sambil melihat ke arah pohon yang ditunjuk Doni. Lalu, Doni kembali melangkah menuju kendaraannya. Kami di belakang saling tatap.
Tidak ada kalimat yang kami ucapkan. Hening. Tapi kalau harus dibahasakan di sini, kurang lebih mata kami berbicara, “Pohon. Itulah kebahagiaan Doni. Pohon. Itulah semangat Doni.”
Penulis adalah Tenaga Ahli BNPB dan anggota Gugus Tugas PP Covid 19